Minggu, 25 Maret 2018

PENGORGANISASIAN PENDIDIKAN



BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Keberadaan manusia di dunia ini tidak ada yang luput dari keanggotaan suatu organisasi. Organisasi merupakan sebuah wadah dimana orang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan bersama. Pemahaman organisasi ini menunjukkan bahwa dimana pun dan kapan pun manusia berada (berinteraksi) maka disitu muncul organisasi. Pemahaman organisasi tidak lagi sebagai suatu wadah organik dari orang-orang yang berkumpul untuk suatu tujuan, tetapi berkembang pada interaksi orang untuk bermaksud tertentu. Organisasi dapat diidentifikasi sebagai keluarga, rukun tetangga, rukun warga, kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi, negara, perserikatan dua negara atau lebih, perserikatan bangsa-bangsa, dan lain sebagainya. Kemestian manusia saat ini berada dalam suatu organisasi ditujukkan untuk mencapai tujuan bersama dengan lebih efektif dan efisien, bukun semata-mata suatu kondisi yang kebetulan.
Pendidikan sebagai investasi dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) merupakan upaya yang dilakukan dalam konteks organisasi, apakah keluarga, masyarakat, sekolah, atau jenis organisasi lainnya. Pencapaian tujuan akan lebih efektif dan efisien jika dilakukan dengan menggunakan pendekatan organisasi. Dalam perkembangan zaman saat ini, dimana para orang tua disibukan dengan berbagai pekerjaan, proses pendidikan bagi anak-anak lebih banyak dipercayakan pada organisasi  pendidikan formal. Pendidikan ditujukan bagi orang-orang yang mengikuti proses pendidikan. Dan proses pendidikan ini berada dalam organisasi. Dengan demikian, keberlangsungan proses pendidikan ini menjadi dasar bagi penetapan tujuan sekolah.





B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan pengorganisasian dan organisasi ?
2.      Apa saja teori dari organisasi pendidikan ?
3.      Apa saja aspek-aspek organisasi pendidikan ?
4.      Bagaimana prinsip-prinsip organisasi pendidikan ?
5.      Apa saja jenis-jenis organisasi pendidikan ?
6.      Bagaimana dimensi struktur organisasi pendidikan ?
7.      Bagaimana desain organisasi pendidikan ?
8.      Apakah yang dimaksud dengan lingkungan organisasi pendidikan ?
9.      Bagaimana perilaku individu dalam organisasi pendidikan ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa itu pengorganisasian dan organisasi.
2.      Mengetahui teori dari organisasi pendidikan.
3.      Mengetahui aspek-aspek organisasi pendidikan.
4.      Memahami prinsip-prinsip organisasi pendidikan.
5.      Mengetahui jenis-jenis organisasi pendidikan.
6.      Memahami dimensi struktur organisasi pendidikan.
7.      Memahami desain organisasi pendidikan.
8.      Mengetahui yang dimaksud dengan lingkungan organisasi pendidikan.
9.      Memahami perilaku individu dalam organisasi pendidikan.








BAB 2
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pengorganisasian dan Organisasi

Menurut (Suryosubroto dalam Kompri, 2015 : 22) pengorganisasian dapat diartikan sebagai keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang-orang serta mengalokasikan sarana organisasi. Menurut Kompri (2015 : 22) pada dasarnya organisasi merupakan suatu kerja sama yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Menurut Marno (dalam Kompri, 2015 : 22) organisasi adalah hubungan struktrual yang mengingkat atau menyatukan unsur-unsur sebagai berikut :
1.                  Manusia (human factor) berupa unsur manusia yang bekerja sama; ada pemimpinan dan ada pula yang memimpin dan seterusnya.
2.                  Sasaran, yakni tujuan yang ingin dicapai.
3.                  Tempat kedudukan dimana manusia memainkan peran, wewenang dan tugasnya.
4.                  Pekerjaan dan wewenang sesuai dengan peran dan kedudukannya yang disusun dalam pembagian tugas (job description).
5.                  Teknologi, yakni hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain sehingga tercipta organisasi.
6.                  Lingkungan, yakni adanya lingkungan yang saling mempengaruhi, misalnya adanya sistem kerja sama sosial.

Menurut Wanto (dalam Kompri,  2015 : 167) organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan komplek karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau prefesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.

B.     Teori Organisasi Pendidikan

Banyak perkembangan konsep-konsep atau teori-teori yang lahir yang membicarakan organisasi. Seiring dengan perubahan waktu, maka konsep organisasi pun berubah sesuai dengan kebutuhan dan efektivitas atau efisiensi pelaksanaan. Para pencetus teori-teori organisasi berusaha menyesuaikan konsep organisasi dengan perubahan jamannya. Sehingga di era modern ini, begitu banyak teori-teori yang membahas organisasi.
Pandangan tradisional tentang organisasi diawali atau digagas pertama kali oleh Max Weber (dalam Kompri, 2015 : 168). Pada awalnya Max Weber mendemonstrasikan pendapatnya mengenai birokrasi. Weber membedakan suatu kelompok kerja sama, dengan organisasi kemasyarakatan. Menurut dia, kelompok kerja sama adalah suatu tata hubungan sosial yang dihubungkan dan dibatasi oleh aturan-aturan. Aturan-aturan ini sejauh mungkin dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai suatu fungsinya yang ajek, baik dilakukan oleh pimpinan maupun oleh pegawai-pegawai administrasi lainnya. Menurut Moekijat (dalam Kompri, 2015 : 168) ciri-ciri birokrasi adalah spesialisasi dan pembagian kerja, jabatan-jabatan disusun berdasarkan tingkatan, suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak dan hubungan-hubungan non pribadi.
Pada dasarnya teori organisasi birokrasi menurut Ig Wursanto (dalam Kompri, 2015 : 168) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan, organisasi harus menjalankan strategi sebagai berikut:
1.                  Pembagian pekerjaan secara khusus sehingga para pemegang pekerjaan dapat ahli dalam pekerjaan masing-masing. Strategi ini dikenal dengan prinsip spesialisasi.
2.                  Setiap anggota hanya bertanggung jawab secara langsung kepada seorang atasan (satu orang satu atasan langsung one man one leader atau one man one boss). Wewenang dilimpahkan melalui saluran hierarki sehingga menciptakan sesuatu rantai komando. Strategi ini dikenal prinsip rantai komando atau prinsip hierarki.
3.                  Promosi didasarkan pada masa kerja dan prestasi kerja, dan dilindungi dari pemberhentian sewenang-wenang. Dengan demikian, jabatan dalam organisasi merupakan karier seumur hidup sehingga akan menciptakan loyalitas yang tinggi pada para anggota. Startegi yang demikian dinamakan prinsip loyalitas.
4.                  Setiap pekerjaan dilaksanakan secara zakelijik, dalam arti tidak memandang bulu, tidak membeda-bedakan status sosial, tidak pilih kasih. Setiap orang mendapat pelayanan menurut aturan, prosedur dijalankan secara konsekuen dan formal. Strategi ini dinamakan prinsip interpersonal.
5.                  Tiap-tiap tugas dan pekerjaan dalam organisasi dilaksanakan menurut suatu sistem tertentu berdasarkan kepada data peraturan yang abstrak. Berdasarkan kepada tata aturan yang abstark itu akan diperoleh keseragaman atau uniformitas dan koordinasi dari setiap tugas dan pekerjaan yang berbeda-beda. Setiap strategi yang demikian dikenal sebagai dengan prinsip uniformitas.
Konsep klasik lainnya tentang organisasi dikemukakan oleh Cheser I. Bernard (dalam Kompri , 2015 : 169). Bedanya dengan Weber ialah kalau weber memikirkan tentang suatu Sistem Interaksi, maka Bernard menekankan tentang orang-orang sebagai anggota dari sistem kegiaan-kegiatan yang terkoordinir secara sadar atau suatu kekuasaan dari dua manusia atau lebih. Dengan demikian, Bernard (dalam Kompri, 2015 : 169) menyumbangkan pendapatnya mengenai unsur kekayaan dari suatu organisasi, antara lain:
1.                  Organisasi terdiri dari serangkaian kegiatan yang dicapai lewat suatu proses kesadaran, kesengajaan, dan koordinasi yang bersasaran.
2.                  Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang untuk melaksanaan kegiatan yang bersasaran tersebut.
3.                  Organisasi memerlukan adanya komunikasi, yakni suatu hasil pencapaian tujuan bersama anggota lainnya. Dalam hal ini Bernard menekankan peranan seorang dalam organisasi, diantaranya adalah sebagai anggota yang harus diberi informasi atau dimotivasi, dan sebagian lainnya yang harus membuat keputusan.
Menurut Bernard (dalam Kompri, 2015: 170) juga menyatakan bahwa kewenangan merupakan suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Ia menyebutkan empat syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima suatu pesan yang bersifat otoritatif:
1.                  Orang tersebut meahami pesan yang dimaksud.
2.                  Orang tersebut percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi.
3.                  Orang tersebut percaya pada saat ia memutuskan untuk bekerja sama, bahwa pesan yang dimaksud dengan seduai dengan minatnya.
4.                  Orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan pesan.

Hendri Fayol menggagas Teori Administrasi. Menurut Hendri Fayol (dalam Kompri, 2015: 170), mengemukakan dan membahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar teori administrasi. Prinsip-prinsip dari fayol tersebut secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:
1.                  Pembagian kerja (division of work). Dengan adanya pembagian kerja atau spesialisasi akan meningkatkan produktivitas.
2.                  Wewenang dan tanggung jawab (authority and responbility). Wewenang adalah hak untuk memberi perintah. Seorang anggota suatu organisasi mempunyai tanggung jawab dalam penyampaian peranan dan tujuan-tujuan organisasi.
3.                  Disiplin (discipline). Harus ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan tujuan-tujuan organisasi.
4.                  Kesatuan perintah (unity of command). Untuk mengurangi kekacauan, kebingungan dan konflik, setiap organisasi harus menerima perintah-perintah dari dan bertanggung jawab ke pada hanya satu atasan.
5.                  Kesatuan pengarah (unity of direction). Suau organisasi akan efektif bila anggota-anggotanya bekerja bersama berdasarkan tujuan-tujuan yang sama.
6.                  Mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi (subordination of individual interests to general interest).
7.                  Balas jasa (remuneration of personel). Pembayaran upah atau gaji harus bijaksana, adil, tidak eksploratif dan sedapat mungkin memuaskan kedua belah pihak (perusahaan dan personalia).
8.                  Sentralisasi (centralization). Organisasi perlu mengatur tingkat keseimbangan optinum antara sentralisasi dan desentralisasi.
9.                  Rantai scalar (scalar chain). Hubungan antara tugas-tugas disusun atas dasar suatu hiararki dari atas ke bawah.
10.              Aturan (order). Harus ada suatu tempat untuk setiap orang, dan setiap orang harus menduduki tempat yang memang seharus menjadi tempatnya.
11.              Keadilan (equity). Bagi personalia yang didorong untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan seluruh tenaga, kemampuan dan kesetiaan, harus diperlakukan dengan bijaksana, dan keadilan atas dasar hasil kombinasi kebaikan dan kebijaksanaan.
12.              Kelanggengan personalia (stability of tenure of personnel). Waktu dibutuhkan bagi seorang karyawan untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan baru dan meraih sukses dalam pekerjaan tersebut.
13.              Insiatif (intiative). Dalam setiap tugas harus ada kemungkinan untuk menunjukkan inisiatif sendiri dalam menyelesaikan dan mengerjakan rencana disetiap tingkat.
14.              Semangat korps (spirit de corps). “Persatuan adalah kekuatan.” Pelaksanaan operasi yang baik perlu adanya kebanggaan, kesetiaan, dan rasa memiliki dari para anggotanya.
Sementara itu, F.W. Taylor (dalam Kompri 2015 : 171) kemudian juga menggagas Teori Manajemen Ilmiah. Manajemen ilmiah merupakan penerapan metode ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Manajemen ilmiah adalah seperangkat mekanisme-mekanisme atau teknik-teknik a bag of tricks untuk meningkatkan efiensi kerja organisasi. Taylor mengemnbangkan metode kerja yang lebih efisien dengan mengadakan pendekatan ilmiah terhadap masalah-masalah manajemen, yaitu:
1.                  Menggantikan metode-metode kerja dalam praktek dengan berbagai metode yang dikembangkan atas dasar ilmu pengetahuan tentang kerja ilmiah yang benar.
2.                  Mengadakan seleksi, latihan-latihan dan pengembangan para karyawan secara ilmiah, sehingga tidak bekerja semuanya sendiri.
3.                  Pengembangan ilmu tentang kerja serta seleksi, latihan dan pengembangan secara ilmiah harus diintegrasikan, sehingga para karyawan memperoleh kesempatan untuk mencapai tingkat upah yang tinggi, sementara manajemen dapat menekan biaya produksinya jadi rendah.
4.                  Untuk mencapai manfaat manajemen ilmiah, perlu dikembangkan semangat dan mental para karyawan melalui pendekatan antara dan manajer sebagai upaya untuk menimbulkan suasana kerja yang baik.
Konsep-konsep yang digagas oleh pelopor teori organisasi tradisional membentuk ciri tertentu yang masih banyak dianut oleh organisasi-organisasi saat ini. Hal ini dilakukan karena teori organisasi tradisional masih sesuai dengan menciptakan efisiensi tujuan organisasi yang dibentuk. Berdasarkan kerangka dasar organisasi tradisional, dapat dipahami bahwa syarat utama strategi manajemen mekanistis adanya pembagian kerja yang jelas sehingga mudah memberikan pelimpahan wewenang. Sementara itu, aspek sistem dari teori organisasi modern merupakan pelaksanaan dari strategi manajemen adatif.
Menurut Hasibuan (dalam Kompri, 2015: 173) adatif diperlukan dalam kaitan dengan realisasi hubungan organisasi dengan tuntutan perkembangan lingkungan. Di satu pihak muncul ketidak selarasan antara tuntutan lingkungan dengan sumber-sumber yang ada pada organisasi. Ketidak sesuaian ini memerlukan problem solving atau pengaturan kembali (reformulation) melalui beberapa pendekatan baru yang melibatkan lingkungan dan organisasi. Proses menuju akomodir ini memerlukan toleransi dalam beberapa hal yang menyangkut pengelolaan. Dalam rangka ini organisasi membutuhkan proses adaptasi.
Konsep-konsep ini meliputi ekonomi, sosial, politik dan moral difokuskan pada perubahan lingkungan eksternal dan membawa perubahan evolusi dan pelayanan modern. Suatu tugas konstan dari manajemen yang dipengaruhi sistem organisasi oleh perubahan sosial terhadap proses manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan kepengawasan). Dengan demikian strategi manajemen adatif memperhatikan sistem disusun berdasarkan urutan ketergantungan komponen seperti organisasi formal, organisasi informal, masyarakat dan lingkungan.
Salah satu asumsi dari manajemen personil modern adalah pelayanan organisasi yang mempengaruhi lingkungan keseluruhan yang merupakan bagian dari mereka. Asumsi yang lain adalah lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen. Konsekuensinya, salah satu dari peranan utama:
1.                  Mengerti perubahan sosial dan berpengaruh pada organisasi khususnya hubungan antara perubahan dan tingkah laku.
2.                  Menggunakan proses administrasi dan sebelum proses dalam sebuah cara yang akan menerima keinginan dari luar organisasi contohnya keefektifan, efisiensi, stabilitas, dan lain-lain.
Implikasi dari perubahan sosial bagi personil terjadi akibat berpengaruhnya pada perubahan nilai dan komitmen SDM, pengembangan admistrasi dan teknik rasional, menyusun bentuk perencanaan baru keagamaan, komitmen, kompensasi dan penerapan konsep dan model terbaru dari perilaku ilmu pengetahuan untuk memperbaiki efektifitas organisasi dan kualitas kehidupan kerja individu.

C.    Aspek-aspek Organisasi Pendidikan

Aspek-aspek dalam organisasi adalah komponen–komponen yang harus ada dalam suatu organisasi. Keberdaan komponen ini sebagai pilar dari suatu organisasi. Artinya jika salah satu komponen organisasi tidak berfungsi, maka organisasi akan berjalan pincang atau sama sekali tidak berjalan. Dalam pandangan sistem organisasi mengalami entrophy, yaitu kondisi dimana organisasi dikategorikan hancur (dalam tanaman digambarkan sebagai kondisi layu).
MISSION

GOALS

OBJECTIVIES

BEHAVIOR

Menurut O’Connor,T (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2014 : 70) mengungkapkan bahwa organisasi setidaknya harus memiliki empat komponen utama, yaitu: mission (misi), goals (tujuan-tujuan), objectives (sasaran-sasaran), dan behavior (perilaku). Keempat komponen ini digambarkan sebagai berikut.



                                                                            



            Mission adalah alasan utama keberadaan suatu organisasi. Goals  adalah tujuan-tujuan umum atau tujuan divisi-divisi fungsional organisasi yang dihubungkan dengan stakeholder organisasi. Objectivies adalah hasil atau sasaran yang spesifik, terukur dan terkait dengan tujuan. Seperti peningkatan nilai Ujian Nasional (UN) sebesar 0,5 dalam satu tahun ke depan. Sasaran ini biasanya mencantumkan batasan waktu dan siapa yang bertanggung jawab terhadap sasaran tersebut. Behavior mengacu pada produktivitas dari tugas-tugas rutin pegawai. Pertanggung jawaban perilaku dalam pencapaian tujuan merupakan fungsi personalia. Dalam kebanyakan desain organisasi formal, komunikasi berada diantara perilaku dan tujuan.

D.    Prinsip-prinsip Organisasi Pendidikan
Menurut Roco Carzo (dalam Kompri , 2015 : 182-184) asas-asas atau prinsip-prinsip organisasi yaitu:
1.                  Organisasi harus memiliki tujuan yang jelas, agar terarah apa yang dicita-cita orang-orang yang berada diorganisasi tersebut.
2.                  Skala hirarki, artinya perbandingan kekuasaan disetiap bagian yang ada. Kekuasaan yang yang terukur itu maksudnya jelas perbedaan kekuasaan di setiap jabatan.
3.                  Kesatuan perintah atau komando. Untuk sentralisasi organisasi, kesatuan perintah itu terletak di pucuk pimpinan tertinggi.
4.                  Pelimpahan wewenang. Dalam hal ini, ada dua pelimpahan wewenang, yakni: (a) secara permanen yang ditandai dengan Surat Keputusan Tetap (SK) dan (b) secara sementara yang sifatnya dadakan.
5.                  Pertanggung Jawaban. Dalam melakukan tugas semua bawahan bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan hasilnya serta kemajuan organisasi kepada bawahannya.
6.                  Pembagian pekerjaan. Pembagian pekerjaan sangat diperlukan untuk menutupi ketidakmampuan setiap orang untuk mengerjakan semua pekerjaan yang ada dalam organisasi.
7.                  Rentang pengendalian. Rentang pengendalian berkaitan dengan jumlah bawahan yang harus dikendalikan seorang atasan.
8.                  Fungsional. Bahwa seorang dalam organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenang nya, kegiatannya, hubungan kerjanya, dan tanggung jawabnya dalam pencapaian organisasi.
9.                  Pemisahan. Prinsip ini berkaitan apabila ada beban tugas individu yang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain kecuali ada hal-hal tertentu diluar  kuasa manusia.
10.              Keseimbangan. Prinsip ini berhubungan dengan keseimbangan antara beban tugas, imbalan,  waktu bekerja dan hasil pekerjaan.
11.              Flexiblitas. Suatu pertumbuhan dan perkembangan organisasi tergantung pada dinamika kelompok. Keseimbangan penugasan dengan imbalan perlu diperhatikan dengan baik dalam memenuhi tujuan organisasi
12.              Kepemimpinan. Pemimpin bertanggung jawab atas kemajuan dan kemunduran organisasi, sehingga kepemimpinan dianggap inti dari organisasi ataupun manajemen.

E.     Jenis-jenis Organisasi Pendidikan
Perkembangan kajian organisasi diawali dari kajian organisasi sebagai organisasi formal, yaitu organisasi yang didesain untuk mencapai tujuan bersama. Perkembangan ini terus berlangsung dan berbagai studi keorganisasian terus dilakukan. Perkembangan inilah pada akhirnya memunculkan organisasi informal sebagai implikasi dari adanya organisasi formal.
1.                  Organisasi Formal
Menurut Oteng Sutisna (dalam Kompri, 2015 : 175) organisasi formal adalah organisasi yang dicirikan oleh struktur organisasi. Struktur organisasi formal dimaksudkan untuk menyediakan penugasan kewajiban dan tanggung jawab kepada personil dan untuk membangun hubungan tertentu diantara orang-orang pada berbagai kedudukan. Sekolah dasar merupakan contoh sebuah organisasi formal. Struktur dalam organisasi formal memperlihatkan unsur-unsur administratif berikut.
a)                  Kedudukan. Struktur menggambarkan letak atau posisi setiap orang dalam organisasi tanpa kecuali.
b)                  Hierarki kekuasaan. Struktur digambarkan sebagai suatu rangkaian hubungan antara satu orang dengan orang lainnya  dalam suatu organisasi. Adanya hirarki kekuasaan menunjukkan bahwa pencapaian tujuan organisasi dibagi kepada berbagai komponen organisasi dan diimplementasikan secara sinergi melalui hirarki kekuasaan masing-masing yang dikoordinasikan dan dipimpin oleh manajer puncak.
c)                  Kedudukan garis dan staf. Organisasi garis menegaskan struktur pengambilan keputusan, jalan permohonan dan saluran komunikasi resmi untuk melaporkan informasi dan mengeluarkan instruksi, perintah, dan petunjuk pelaksanaan. Kedudukan staf mewakili keahlian-keahlian khusus yang diperlukan bagi berfungsinya kedudukan garis tertentu dengan pasti.

2.                  Organisasi Informal
Menurut Sutisna (dalam Kompri, 2015 : 176) walaupun sulit mengidentifikasi keberadaannya secara kasat mata, namun keberadaan organisasi informal ini dapat dilihat dari tiga karekteristik, yaitu norma perilaku, tekanan untuk menyesuaikan diri, dan kepemimpinan informal.
Norma perilaku adalah norma yang tidak tertulis tetapi menjadi kesepakatan bersama. Norma perilaku adalah standar perilaku yang diharapkan menjadi perilaku bersama yang ditetapkan oleh kelompok (orang-orang dalam organisasi) dalam sebuah kesepakatan sosial, sehingga sangsinya pun sangsi sosial.
Tekanan untuk menyesuaikan diri adalah menggabungkan diri dengan suatu kelompok yang tidak hanya bergabung secara fisik tetapi juga melibatkan sosio-emosional individu-individu dalam organisasi informal tersebut.
Kepemimpinan informal dalam organisasi informal sangat kuat mempengaruhi perilaku orang-orang karena inilah kepemimpinan yang sesungguhnya, dimana seseorang dipatuhi bukan karena memiliki jabatan, tetapi ada kelebihan yang secara alamiah dan mampu mempengaruhi orang lain tanpa paksaan.

3.                  Manajemen Organisasi Profit
Berbagai macam strategi dan manajemen dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di segala bidang untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Winardi (dalam Kompri, 2015 : 176-178) menyatakan bahwa profibilitas bagi banyak orang merupakan sasaran utama sebuah bisnis tidak mencapai laba, maka bisnis tersebut tidak akan bertahan untuk waktu lama, sehingga tidaklah mengherankan mengapa laba dianggap sebagai sasaran pokok setiap perusahaan.
Manajemen perusahaan dalam mengatur, merencanakan, dan mengarahkan segala aset yang dimiliki oleh perusahaan sangat mempengaruhi profit atau laba yang dapat diraih oleh suatu perusahaan, di samping itu juga pengawasan terhadap jalannya perusahaan harus efektif, sehingga proses produksi dan pemasaran berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

4.                  Manajemen Organisasi Non Profit
Menurut Kompri (2015 : 179) organisasi nirlaba atau organisasi non-profit adalah suatu organisasi yang sasaran pokoknya mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (profit). Organisasi non profit didirikan berbasis motif moral dan motif sosial, kedermawaan pun menjadi prinsip dalam kehidupannya.
Tujuan didirikannya organisasi non profit adalah untuk mewujudkan perubahan pada individu atau komunitas. Organisasi non profit menjadikan sumber daya manusia sebagai aset yang paling berharga, karena semua aktivitas organisasi ini pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk manusia yang handal terlahir, memiliki daya saing yang tinggi, aspek kepemimpinan, serta sigap menghadapi perubahan. Organisasi profit juga mendapatkan keuntungan langsung dengan majunya komunitas, mereka mendapatkan market yang terus bertumbuh karena daya beli komunitas yang kian hari kian berkembang atas pembinaan organisasi nirlaba.

F.     Dimensi Struktur Organisasi Pendidikan

Dalam kacamata para ahli organisasi, dimensi struktur organisasi memiliki keragaman pandang, bahkan dikatakan tidak ada kesepakatan umum di antara para teoritikus mengenai apa yang diartikan sebagai struktur organisasi. Menurut Robbins (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2014 : 75) menyimpulkan bahwa para teoritikus pada umumnya setuju dengan dimensi struktur organisasi tetapi tidak setuju dengan definisi-definisi operasionalnya.
Dalam konteks itu Robbins mengemukakan tiga komponen yang menjadi dimensi struktur organisasi, yaitu kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi.
1.                  Kompleksitas
Kompleksitas adalah tingkat diferensiasi (perbedaan) yang ada di dalam sebuah organisasi. Diferensiasi dapat dilihat secara horizontal, vertikal, dan spasial.
Diferensiasi horizontal adalah perbedaan antara unit-unit berdasarkan organisasi para anggotanya, sifat dari tugas yang mereka laksanakan, tingkat pendidikan, pelatihan pegawai. Dengan kata lain, semakin banyak pekerjaan yang harus dilakukan pegawai di dalam organisasi, maka semakin pula organisasi tersebut. Kondisi nyata dari diferensiasi horizontal adalah spesialisasi dan departementalisasi.
                        Diferensiasi vertikal adalah pembedaan yang didasarkan pada kedalaman struktur. Makin banyak tingkatan yang terdapat di antara top dan management dan tingkat hierarki yang paling rendah, makin besar pula potensi terjadinya distorsinya atau gangguan dalam komunikasi dan semakin sulit mengkoordinasi bagi top management untuk mengawasi kegiatan bawahannya.
                        Diferensiasi spasial adalah pembedaan yang didasarkan pada kondisi geografis, yakni sejauhmana lokasi (kantor) tempat produksi (barang atau jasa), personalia, dan kantor pusat tersebar secara geografis. Sekolah-sekolah dari satu yayasan yang tersebar di berbagai kabupaten atau  kota merupakan salah satu organisasi yang dikategorikan diferensiasi spasial. Pembedaan ini akan memunculkan kompleksitas dalam struktur organisasi.
2.                  Formalisasi
Formalisasi adalah tingkat sejauhmana pekerjaan di dalam organisasi distandarkan. Konsekuensinya adalah pemegang pekerjaan hanya mempunyai sedikit kebebasan mengenai apa yang harus dikerjakan, bilamana mengerjakannya, dan bagaimana ia harus melakukannya. Formalisasi sebaiknya tertulis untuk dapat memberikan kekuataan pada pengarahan perilaku pegawai. Dalam konteks itu formalisasi diartikan sebagai sebuah tingkat dimana peraturan, prosedur, instruksi, dan komunikasi ditulis.
Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk melakukan standarisasi perilaku pegawai adalah seleksi (yang efektif) ; persyaratan peran (analisis yang tepat); peraturan, prosedur, dan kebijaksanaan; pelatihan; dan ritual (bagian dari budaya organisasi).

3.                  Sentralisasi
Sentralisasi adalah tingkat dimana pengamilan keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal dalam organisasi. Dinegara-negara yang organisasi pendidikannya dijalankan secara sentral, yakni yang kekuasaan dan tanggung jawabnya dipusatkan pada suatu badan di pusat pemerintah maka pemerintah daerah kurang sekali atau sama sekali tidak mengambil bagian administrasi apapun. Sesuai dengan sistem sentralisasi dalam organisasi pendidikan ini, kepala sekolah dan guru-guru dalam kekuasaan dan tanggung jawabnya, serta dalam prosedur-prosedur pelaksanaan tugasnya sangat dibatasi oleh peraturan-peraturan dan instruksi-instruksi dari pusat yang diterimanya melalui hirarki atasannya. Dalam sistem sentralisasi semacam ini, ciri-ciri pokok yang sangat menonjol adalah keharusan adanya uniformitas (keseragaman) yang sempurna bagi seluruh daerah di lingkungan negara itu. Keseragaman itu meliputi kegiatan pendidikan, terutama disekolah-sekolah yang setingkat dan sejenis.

Adapun keburukan atau keberatan yang prisipal ialah :
1.                  Bahwa administrasi yang demikian cenderung kepada sifat-sifat otoriter dan biokratis. Menyebabkan para pelaksana pendidikan, baik para pengawas maupun kepala sekolah serta guru-guru menjadi orang-orang yang pasif dan bekerja secara rutin dan tradisional belaka.
2.                  Organisasi dan administrasi berjalan sangat kaku dan seret, disebabkan oleh garis-garis komunikasi antara sekolah dan pusat sangat panjang dan berbelit-belit, sehingga kelancaran penyelesaian persoalan-persoalan kurang dapat terjamin.
3.                  Karena terlalu banyak kekuasaan dan pengawasan sentral, timbul penghalang bagi inisiatif setempat, dan mengakibatkan uniformalitas yang mekanis dalam administrasi pendidikan, yang biasanya hanya mampu untuk sekedar hanya membawa hasil-hasil pendidikan yang sedang atau sedikit saja.

Dinegara-negara yang organisasi pendidikannya didesentralisasikan, pendidikan bukan urusan pemerintah pusat, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan rakyat setempat. Penyelenggaraan dan pengawasan sekolah-sekolah pun berada sepenuhnya dalam tangan penguasa daerah. Dengan struktur organisasi yang dijalankan secara desentralisasi seperti ini, kepala sekolah tidak semata-mata merupakan seorang guru kepala, tetapi seseorang pemimpin, profesional dengan tanggung jawab yang luas dan langsung terhadap hasil-hasil yang dicapai oleh sekolahnya. Ia bertanggung jawab langsung terhadap pemerintahan dan masyarakat wawasan dan sosial-kontrol yang langsung dari pemerintah dan masyarakat setempat. Hal ini disebabkan karena kepala sekolah dan guru-gutu adalah petugas-petugas atau karyawan-karyawan pendidik yang dipilih, diangkat, dan diberhentikan oleh pemerintah daerah setempat. Tentu saja, sistem desentralisasi yang ekstrim seperti ini ada kebaikan dan keburukannya.

Beberapa kebaikan yang mungkin terjadi ialah:
1.                  Pendidikan dan pengajaran dapat disesuaikan dengan memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.
2.                  Kemungkinan adanya persaingan yang sehat diantara daerah atau wilayah sehingga masing-masing berlomba-lomba untuk menyelenggarakan sekolah dan berpendidikan baik.
3.                  Kepala sekolah, guru-guru, dan petugas-petugas pendidikan yang lain akan bekerja dengan baik dan bersungguh-sungguh karena dibiayai dan dijamin hidupnya oleh pemerintah dan masyarakat setempat.

Adapun keburukannya adalah sebagai berikut :
1.                  Karena otonominya yang sangat luas, kemungkinan progam pendidikan akan berbeda-beda. Hal ini akan menimbulkan perpecahan bangsa.
2.                  Hasil pendidikan dan pengajaran tiap-tiap daerah atau wilayah sangat berbeda-beda, baik mutu, sifat maupun jenisnya, sehingga menyulitkan bagi pribadi murid dalam mempraktekkan pengetahuan atau kecapakannya dikemudian hari didalam masyarakat yang lebih luas.
3.                  Kepala sekolah, guru-guru, dan petugas pendidikan lainnya cenderung untuk menjadi karyawan-karyawan yang materialistis, sedangkan tugas dan kewajiban guru pada umumnya lain dari pada karyawan-karyawan yang bukan guru.
4.                  Penyelenggaraan dan pembiayaan pendidikan yang diserahkan kepada daerah atau wilayah itu mungkin akan sangat memberatkan beban masyarakat setempat.

Menurut Robbins (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2014 : 77) desentralisasi mengurangi kemungkinan beban informasi yang berlebihan, memberi tanggapan yang cepat terhadap informasi yang baru, member masukan yang lebih banyak bagi sebuah keputusan, mendorong terjadinya motivasi, dan merupakan sebuah alat yng potensial untuk melatih para manajer dalam mengembangkan pertimbangan yang baik. Sebaliknya sentralisasi menambah suatu perfektif yang menyeluruh terhadap keputusan-keputusan dan dapat memberikan efisiensi yang berarti.




G.    Desain Organisasi Pendidikan
Desain organisasi didasarkan pada elemen-elemen umum dalam organisasi. Mintzberg (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2014 : 77 ) menyebutkan lima elemen umum dalam suatu organisasi yaitu :
1.                  The operating core .
Para pegawai yang melaksanakan pekerjaaan dasar yang berhubungan dengan produksi dari produk dan jasa . Dalam organisasi sekolah pegawai ini adalah guru . Guru dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan yang berinteraksi langsung dengan layanan jasa pembelajaran kepada peserta didik.

2.                  The strategic apex .
Manajer tingkat puncak yang diberi tanggungjawab keseluruhan untuk organisas . Pada organisasi sekolah , orang ini adalah kepala sekolah.

3.                  The middle line .
Para manajer yang menjadi penguhubung operating core dan strategic apex . Dalam konteks perguruan tinggi orang-orang ini adalah dekan yang bertugas memfasilitasi strategic apex untuk terimplementasi pada level jurusan. Di organisasi sekolah , posisi ini diidentifikasikan sebagai wakil kepala sekolah yang bertugas menjembatani kebijakan strategis sekolah supaya dapat terimplementasi pada level-level guru dan staf.

4.                  The techno structure .
Pada analis yang mempunyai tanggungjawab untuk melaksanakan bentuk standarisasi tertentu dalam organisasi . Dalam konteks organisasi pendidikan di Indonesia , masih jarang sekolah yang memiliki tenaga ini . Namun tidak menutup kemungkinan pada sekolah-sekolah tertentu yang memiliki elemen organisasi ini . Pada perguruan tinggi BHMN seperti UPI , elemen organisasi yang bertanggungjawab untuk melakukan standarisasi adalah satuan penjamin mutu.

5.                  The support staff .
Orang-orang yang mengisi unit staf , yang memberi jasa pendukung tidak langsung kepada organsasi . Di persekolahan staf ini dikenal dengan Tenaga Adminitrasi Sekolah (TAS) .

Berdasarkan lima elemen yang dikemukan Mintzberg inilah . Robbins (dalam dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2014 : 78 ) menganalisis desain organisasi yang berbeda . Perbedaan desain organisasi dikarenakan organsasi memiliki sistem dan aturan yang berbeda dalam kelima elemen tersebut . Lima konfigurasi umum yang dimaksud adalah struktur sederhana , birokrasi mesin , birokrasi profesional , struktur divisional , dan adhocracy .
1.                  Struktur sederhana .
Disarankan untuk organisasi yang kecil dengan karakteristik organisasi yang masih tahap awal dibentuk , lingkungan organisasi sederhana dan dinamis , menghadapi krisis, atau jika yang mempunyai kekuasaan dalam organisasi ingin agar kekuasaan tersebut disentralisasi.

2.                  Birokrasi mesin .
Didesain untuk organisasi yang secara efektif dapat menangani ukuran yang besar, lingkungan yang sederhana dan stabil , dan sebuah teknologi yang terdiri atas pekerjaan yang rutin dan distandarisasi.



3.                  Birokrasi profesional .
Didesain untuk pekerjaaan yang rutin, hanya saja anggota birokrasi professional adalah para spesialis teknis yang menghadapi sebuah lingkungan yang kompleks . Intinya supaya operasional yang kompleks dapat berjalan secara efektif.

4.                  Struktur divisional .
Banyak persamaannya dengan birokrasi mesin. Struktur ini didesain untuk menanggapi strategi yang menekankan kepada keanekaragaman pasar atau produk, dimana organisasi tersebut besar, teknologinya dapat dibagi-bagi , dan lingkungannya cenderung untuk menjadi sederhana dan stabil.

5.                  Adhocracy .
Meminta agar manajemen puncak melepaskan kebanyakan pengawasan. Konfigurasi ini cocok untuk organisasi yang memiliki strategi variatif , beresiko tinggi , teknologi tidak rutin , atau lingkungannya dinamis atau kompleks.
Tabel 1
Resume Konfigurasi Organisasi
Karaktersitik
Struktur Sederhana
Birokrasi Mesin
Birokrasi Profesional
Struktur Divisional
Adhocracy
Spesialisasi
Rendah
Fungsional tinggi
Sosial tinggi
Fungsional tinggi
Sosial tinggi
Formalisasi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi diantara divisi-divisi
Rendah
Sentralisasi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah terbatas
Rendah
Lingkungan
Sederhana dan dinamis
Sederhana dan stabil
Kompleks dan stabil
Sederhana dan stabil
Kompleksitas dan dinamis
Klasifikasi Struktural
Organik
Mekanistik
Mekanistik
Mekanistik
Organik

H.    Lingkungan Organisasi Pendidikan

Menurut Herbert G. Hicks (dalam Kompri 2015 : 184-186 ) elemen-elemen dalam lingkungan sebuah organisasi adalah orang-orang (manusia), sumber-sumber daya fisikal dan iklim, kondisi-kondisi ekonomi pasar , sikap-sikap hukum dan peraturan perundang-undangan :

1.                  Manusia .
Elemen pertama di dalam lingkungan sebuah organisasi adalah orang-orang (manusia), tanpa orang-orang yang berinteraksi dan melaksanakan pekerjaan organisasi tersebut, maka tidak akan ada organisasi . Sebuah universitas hanya akan maju apabila ada mahasiswa yang mau mendaftarkan diri di sana, dan adanya staf akademik yang bersedia memberikan kuliah. Dengan demikian orang-orang merupakan sumber suatu organisasi yang tidak mungkin tidak harus ada. Orang-orang determinasi tersedianya sumber-sumber daya lain bagi organisasi yang bersangkutan, apa yang dilakukan organisasi tersebut, dan cara-cara ia berfungsi.

  
2.                  Sumber Daya Fisikal dan Iklim
Sumber-sumber daya fisikal sering kali mendeterminasikan atau mempengaruhi pengoperasian sebuah organisasi perusahaan-perusahaan manufaktur harus memiliki bahan mentah yang diperlukan guna menghasilkan produk mereka. Mereka harus pula memiliki fasilitas-fasilitas pabrik dan mesin-mesin yang diperlukan .demikian juga iklim mempengaruhi lokasi dan pengoperasian suatu organisasi.


3.                  Kondisi Ekonomi dan Pasar
Apakah lingkungan pasar mampu membayar harga yang memuaskan untuk barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi ? apakah demikian hanya , maka organisasi tersebut dapat berkembang dengan baik , tetapi apabila tidak demikian halnya , maka besar kemungkinan bahwa ia akan mengalami kegagalan . Dalam periode peningkatan konjungtur , tenaga kerja dan sumber-sumber daya lainnya akan langka . Dalam kondisi depresi yang melanda suatu perekonomian perusahaan-perusahaan mendapat tekanan berat untuk bertahan . Tindakan-tindakan moneter dan fiskal pemerintahan , sangat diamati oleh dunia bisnis , Karena efek besar yang timbul karenanya.

4.                  Sikap-sikap
Sikap-sikap sosial, kultural, religious, politikal, maupun filosofikal, merupakan faktor-faktor penting, didalam lingkungan sebuah organisasi. Arti penting sikap sebagai faktor-faktor lingkungan kadang-kadang kurang dihayati dan kurang diperhatikan, mengingat sikap tidak berwujud (intangible . Pada tahun-tahun sikap yang mementingkan proteksi kualitas lingkungan fisikal, telah muncul. Perusahaan-perusahaan makin lama makin dituntut untuk bersikap: “Bertanggung Jawab secara Sosial”.
     
5.                  Hukum dan Peraturan-peraturan Perundang-undangan
Hukum merupakan “Peraturan-peraturan permainan” berdasarkan apa sesuatu organisasi harus beroperasi menurut masyarakat. Organisasi-organisasi pemerintah dibentuk berdasarkan perundang-undangan. Dipihak lain, kadang-kadang peraturan melarang didirikannya organisasi-organisasi tertentu, seperti misalnya organisasi yang melaksanakan tindakan-tindakan illegal. Tetapi dalam kebanyakan kasus , hukum dan peraturan perundang-undangan lebih berada di latar belakang, tetapi tetap mereka mempengaruhi (Baik secara langsung maupun tidak langsung) sebagian besar dari aktivitas-aktivitas organisator.

I.       Perilaku Individu dalam Organisasi Pendidikan

Menurut Kompri (2015 : 188-189) interaktif prilaku manusia dan setting (tingkat kealamiahan) organisasi merupakan proses penyampaian pesan tertentu kepada audiensi atau sasaran yang sudah diidentifikasikan secara luas dengan menggunakan banyak cara dan saluran yang kesemuanya bertujuan untuk tingkat kealamiahan yang menghasilakan efek interaktif perilaku-perilaku individu dalam organisasi sebagai sistem pengadilan sumber daya manusia . Interaktif perilaku manusia bila dilihat :
1.                  Tradisi era klasik, Abad pertengahan, Renaissance, Pencerahan, Kontemporer dai posmodernisme.
2.                  Tradisi psikologi sosial mengkonsentrasikan diri pada hal-hal yang mempengaruhi kebiasaan dalam berinteraksi dua tema besar.
3.                  Tingkat kealamiahan (setting) tempat penelitian.

Interaction position tempat di mana memulainya dengan hubungan interaktif perilaku manusia dari setting organisasi terbagi pada belajar vroom menurut teori pengharapan , perilaku kerja dan kinerja organisasi dalam kualitas SDM.

Kompri (2015 : 190-215) membagi bagian perilaku individu dalam organisasi pendidikan dalam tiga bagian yakni :
1.                  Pentingnya Perilaku Organisasi
Menurut Kompri (2015 : 190) terdapat sejumlah alasan diantara para pakar, mengapa perlu perilaku organisasi. Namun, dari semua pendapat ada yang menunjukan bahwa terdapat peningkatan perhatian yang kepetingan sumber daya manusia dapat diperhatikan  pada gilirannya akan memberikan konstribusi lebih tinggi bagi organisasi. Antara lain dikemukan adanya tiga alasan mengapa perlu mempelajari perlu mempelajari perilaku organisasi seperti dikemukakan Vecchio (dalam Kompri 2015 : 190-191) , yaitu :
a)                  Pratical Applications
Dalam kenyataan riil organisasi, ada beberapa manfaat memahami perilaku organisasi, antara lain berkenaan dengan pengembangan gaya kepemimpinan, pemilihan strategi dalam mengatasi persoalan, seleksi bekerja yang tepat, peningkatan kinerja, dan sebagainya.

b)                  Personal Growth
Dalam memahami perilaku organisasi dapat lebih memahami orang lain. Memahami orang lain akan memberikan pengetahuan diri dan wawasan diri lebih besar. Dengan memahami orang lain, atasan dapat menilai apa yang diperlukan bawahan untuk mengembangkan diri sehingga pada gilirannya meningkatkan konstribusinya pada organisasi.

c)                  Increased Knowledge
Dengan perilaku organisasi dapat menggabungkan pengetahuan tentang manusia dalam pekerjaan. Studi perilaku organisasi dapat membantu orang untuk berfikir tenang masalah yang berhubungan dengan pengalaman kerja. Kemampuan berpikir kritis dapat bermanfaat dalam menganalisis baik dalam masalah pekerjaan maupun personal. Stuart-Kotze (dalam kompri , 2015 : 191) melihat pentingnya mempelajari perilaku berkaitan dengan kinerja sumber daya manusia. Kinerja sumber daya manusia akan meningkat apabila perilakunya sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Oleh karenanya Stuart-Kotze (dalam kompri , 2015 : 191) mendukung perlunya Behavior Kinectics. Behavior Kinectics yang merupakan pendekatan saintifik pada perubahan perilaku karena dapat menunjukkan empat fingsi penting lain: mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol. Behavior Kinectics didasarkan tujuh prinsip sebagai berikut :
(1)               Perilaku mendorong kinerja.
(2)               Hubungan dengan perilaku kinerja adalah pekerjaan spesifik.
(3)               Titik awal untuk perubahan adalah pengakuan tentang prilaku sekarang.
(4)               Ahli yang sebenarnya hanyalah orang yang melakukan pekerjaan.
(5)               Kepemilikan perubahan adalah penting untuk sukses.
(6)               Perubahan berjalan baik dengan pendekatan ask them, bukan pendekatan tell them.
(7)               Perubahan perilaku yang sukses didasarkan pada data yang dapat diamati dan dapat diukur.

Menurut Kompri (2015 : 191-192) pendapat lain berpandangan bahwa perhatian organisasi pada sumber daya manusia menunjukkan kecenderungan semakin meningkatnya. Pekerja semakin mendapatkan kepercayaan, diberdayakan dan didengarkan pendapatnya. Organisasi yang demikian ini dinamakan sebagai people-centered organization, yang ditunjukkan oleh adanya ciri-ciri sebagai berikut :
(1)               Terjaminnya keamanan kerja sehingga menghilangkan rasa ketakutan akan terjadinya pemecatan.
(2)               Penerimaan sumber daya manusia dilakukan secara berhati-hati, dengan menekankan pada kecocokan dengan budaya organisasi.
(3)               Kekuasaan semakin didorong kepada orang di tingkat bawah, melalui desentralisasi dan self-managed teams.
(4)               Pembayaran berdasarkan kinerja, bukan sekedar pada senioritas.
(5)               Banyak memberikan kesempatan pelatihan.
(6)               Kurang menekankan pada status, tetapi membangun perasaan sebagai “kita”.
(7)               Membangun kepercayaan, melalui berbagai informasi penting.

2.                  Model Perilaku dalam Organisasi
Perilaku sifat organisasi, menurut Greenberg dan Baron (dalam Kompri, 2015 : 193), merupakan bidang yang bersifat multidisiplin yang membahas perilaku organisasi sebagai proses individu, kelompok, dan organisasi. Pengetahuan ini dipergunakan ilmuwan yang tertarik memahami perilaku manusia dan praktisi yang tertarik dalam meningkatkan efektivitas organisasional dan kesejahteraan individu. Dengan dasar ni mereka mengemukakan adanya tiga tingkatan analisis yang dipergunakan dalam perilaku organisasi, yaitu prosese individu, kelompok dan organisasional , seperti digambarkan dibawah ini. Pendekatan yang sama disampaikan dengan lebih rinci oleh Robbins dan Judge. Dalam model dibawah ini digambarkan komponen yang berkaitan dengan perilaku tingkat individual, kelompok dan organisasional. Sedangkan Kreitner dan Kinicki menggambar model rngkat perlaku organisasi yaitu model tersebut dijelaskan bahwa tujuan akhir organisasi adalah efektivitas organisasional melalui perbaikan berkelanjutan. Untuk mencapainya dipengaruhi oleh perilaku individu, proses kelompok dan sosial, dan proses organisasional.
Menurut Kompri (2015 : 193) dari pandangan diatas tampak adanya kesamaan pemahaman bahwa :
a)                  Perilaku organisasi dapat dilihat dari tingkat individu, kelompok dan organisasi.
b)                  Perilaku organisasi bersifat multidisiplin dan bersumber dari ilmu dasar lainnya.
c)                  Hasil yang diharapkan dari perilaku organisasi adalah efektivitas organisasi.        

3.                  Perilaku Individu dalam Organisasi
Menurut Abdul Aziz (dalam kompri, 2015 : 215-216), berdasarkan sifatnya, perbedaan perilaku manusia terjadi karena kemampuan, kebutuhan dan berfikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaktif efektifnya berbeda satu sama lain. Adapun hampiran atau pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia itu adalah, hamparan kognitif, reinforcement, dan psikoanalisis. Berikut ringkasan dari ketiga hampiran tersebut, yang masing-masing dilihat dari :
a)                  Penekanan
Hampiran kognitif menekankan mental internal misalnya seperti misalnya berfikir dan menimbang. Penafsiran atau persepsi individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari pada lingkungan itu sendiri. Hampiran penguatan (reinforcement) menekankan pada peranan lingkungan dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang dapat menghasilkan dan memperkuat respon-respon perilaku. Hampiran psikoanalisis menekankan peranan sistem personalitas dalam menentukan suatu perilaku. Lingkungan dipertimbangan sepanjang hanya sebagai ego yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan Id.

b)                  Penyebab Timbulnya Perilaku
Di dalam hampiran kognitif, perilaku dapat dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian pada struktur kognitif yang dapat menghasilkan dari persepsi-persepsi tentang lingkungan. Hampiran reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh stimuli lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku. Adapun menurut hamparan psikoanalisis, perilaku itu ditumbulkan oleh tegangan-tegangan (tensions) yang dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan-keinginan yang berasal dari Id.

c)                  Proses
Hampiran kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah proses mental, yang menyempurnakan dan disempurnakan oleh struktur kognitif yang ada. Akibat adanya ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian (inconsistency) di dalam struktur, menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi ketidaksesuaian tersebut. Dalam hampiran reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam diri individu mengundang suatu respon yang yang ditentukan oleh keturunan dan sejarah reinforcement masa lalu. Sifat dari rekasi-reaksi lingkungan pada respon tersebut (seperti misalnya, positif, negatif, atau netral) menetukan kecenderungan-kecenderungan perilaku individu di masa yang akan datang. Dalam hampirang psikoanalisis, keinginan dan harapan-harapan dihasilkan dalam Id, dan kemudian diproses dan dikerjakan oleh Ego (puas, kecewa, terkejut) dan dibawah pengamatan supergo. Hasil-hasil perilaku dari kepuasan-kepuasan Ego tentang bagaimana memuaskan keinginan-keinginan Id dan hambatan-hambatan dari supergo.

d)                 Kepentingan Masa Lalu Dalam Menentukan Perilaku
Menurut hampiran psikoanalisis, masa lalu seseorang dapat menjadi suatu penentu yang relatif penting bagi perilakunya. Sifat Id dan Supergo adalah keduanya diturunkan, dan kekuatan-kekuatan yang relatif dari Id, Ego, dan Supergo adalah ditentukan oleh interaksi-interaksi dan pengembangan di masa lalu. Hampiran kognitif tidak memperhitungan masa lalu (a historic). Pengalaman masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif. Adapun perilaku dalam suatu fungsi dari kenyataan-kenyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, dengan tanpa memperhatikan bagimana pernyataan-pernyataan itu bisa masuk ke dalam sistem tersebut. Teori reinforcement, bersifat historis. Suatu respon seseorang pada suatu stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya (misalnya bagaimana seringnya dan dengan cara apa suatu respon dihargai pada masa lalu).
















BAB 3
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Organisasi adalah suatu sistem interaksi antar orang yang ditunjukkan untuk mencapai tujuan organisasi, dimana sistem tersebut memberikan arahan perilaku bagi anggota organisasi. Pandangan organisasi saat ini tidak lagi sebagai mesin birokrasi tetapi sebagai sistem sosial .
Pandangan organisasi sebagai sistem sosial adalah pandangan formal, namun keberadaan organisasi formal tidak dapat menghindari keberadaan organisasi informal. Keberadaan keduanya merupakan suatu sinergi upaya pencapaian tujuan organisasi. Dalam konteks itu, organisasi formal dicirikan oleh tiga dimensi , yaitu kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi. Keberadaan dalam dimensi struktur organisasi ini kemudian membawa implikasi pada keragaman desain organisasi.
Organisasi memiliki subjek penting yakni orang (manusia) sebagai pemeran utama menggerakkan suatu organisasi. Orang (manusia) memiliki pola pikir yang berbeda-beda sehingga memiliki karakteristik yang berbeda-beda pula , maka dari itu peting bahwasannya untuk memahami perilaku seeorang dalam organisasi baik secara model perilaku maupun secara konteks dalam proses pengambilan keputusan.

B.     Saran

Sekolah sebagai suatu organisasi juga dipandang sebagai sistem sosial yang terbuka terhadap lingkungan organisasi. Upaya untuk merespon dan memenuhi berbagai tuntutan dan perkembangan lingkungan, termasuk pelanggan sekolah adalah dengan menjadikan sekolah sebagai learning organization yang diwujudkan melalui dukungan organisasi yang kuat terhadap pengembangan dan perbaikan secara terus menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Kompri . 2015 . Manajemen Pendidikan .  Bandung : Alfabeta . Jilid 1.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonsia . 2014 . Manajemen
Pendidikan . Bandung : Alfabeta.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar