BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam membuat suatu karangan ilmiah banyak membahas
fakta secara logis dan sistematik dengan tata bahasa yang baik dan
benar.Berarti untuk menulis karangan ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara
ilmiah. Oleh karena itu kita perlu memahami prinsip-prinsip yang berlaku didalam
proses penalaran ilmiah. Dengan mempelajari penalaran, akan memperoleh
pengetahuan mengenai definisi,kalimat
efektif,paragraf, dan pengembangan karangan.Melalui proses penalaran, kita
dapat sampai pada kesimpulan yang mungkin berupa asumsi,hipotesis,teori, atau
keputusan lainnya.
Berdasarkan uraian di atas mengenai penalaran maka
dapat kita katakan penalaran merupakan proses berpikir manusia untuk
menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga menghasilkan kesimpulan.
Sementara dalam karangan penalaran berarti penggunaan pikiran untuk mendapatkan
suatu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
1.2
Rumusan Masalah
a. Apa itu penalaran?
b. Apa itu proposisi dan term?
c. Apa saja jenis-jenis proposisi?
d. Apa itu penalaran deduktif?
e. Apa saja cara penarikan simpulan pada
penalaran deduktif?
f. Apa itu penalaran induktif?
g. Apa saja bentuk-bentuk penalaran
induktif?
h. Apa saja bagian-bagian pada isi
karangan?
i.
Apa
itu simpulan dan apa saja jenis-jenis simpulan?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu penalaran.
2. Mengetahui apa itu penalaran deduktif
dan induktif.
3. Mengetahui bagian-bagian dalam isi
karangan.
4. Mengetahui apa itu simpulan.
1.4
Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode
perpustakaan.
1.5
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini adalah.
1. Pengertian penalaran
1.1 Proposisi dan term
1.2 Jenis-jenis proposisi
2. Penalaran deduktif
2.1 Menarik simpulan secara langsung
2.2 Menarik simpulan secara tidak langsung
3. Penalaran induktif
3.1 Generalisasi
3.2 Analogi
3.3 Hubungan kausal
4. Isi karangan
4.1 Generalisasi dan spesifikasi
4.2 Klasifikasi
4.3 Perbandingan dan pertentangan
4.4 Sebab dan akibat
4.5 Analogi
4.6 Ramalan dan perkiraan
5. Simpulan
5.1 Implikasi
5.2 Inferensi
5.3 Tindakan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penalaran
Penalaran mempunyai beberapa
pengertian, yaitu: (1) proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam
urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan, (2) menghubung-hubungkan
fakta atau data sampai dengan suatu simpulan, (3) proses menganalisis suatu topik sehingga
menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru. (4) Dalam karangan terdiri
dari dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas,
atau menganalisis dengan menghubung-hubungkan variabel yang dikaji sampai
menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan. (5) Pembahasan suatu masalah
sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.[1]Penalaran
adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta
yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan.[2]
Data atau fakta yang dipergunakan
itu boleh benar dan tidak benar.Data yang dapat dipergunakan dalam penalaran
untuk mencapai satu kesimpulan ini harus berbentuk kalimat pernyataan yang
disebut proposisi.
2.1.1 Proposisi dan
Term
Term adalah kata atau kelompok kata yang dapat
dijadikan subjek atau predikat dalam sebuah kalimat proposisi.[3]
Contoh
:
Semua
es krim dingin.
Semua
es krim adalah term.
Dingin
adalah term.
Proposisi adalah pernyataan tentang
hubungan yang terdapat diantara subjek dan predikat.[4]
Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk
subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat.
Contoh
:
Burung
adalah unggas.
Budi duduk di pinggir kolam berenang.
Dari contoh di atas, dapat dilihat
hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat. Dalam hal hubungan kelompok
subjek dan kelompok predikat dalam proposisi, seorang ahli logika bangsa Swiss,
Euler, yang hidup pada abad XVIII mengemukakan konsepnya dengan empat jenis
proposisi dengan lima macam posisi lingkaran. Lingkaran itu disebut Lingkaran Euler.[5]Keempat
jenis proposisi itu adalah sebagai berikut.
1) Suatu perangkat yang tercakup dalam
subjek sama dengan perangkat yang terdapat dlam predikat.
Semua
S adalah semua P
Semua bahagia adalah
semua tidak sedih.
2) Suatu perangkat yang tercakup dalam
subjek menjadi bagian dari perangkat predikat.
Semua
S adalah P
Semua unggas bersayap
Sebaliknya,
suatu perangkat predikat merupakan bagian dari perangkat subjek.
Sebagian
S adalah P
Sebagian ikan adalah
paus.
3) Suatu perangkat yang tercakup dalam
subjek berada di luar perangkat predikat. Dengan kata lain, antara subjek dan
predikat tidak terdapat relasi.
Tidak
satu pun adalah S adalah P
Tidak seekor pun
binatang adalah manusia.
4) Sebagian perangkat yang tercakup dalam
subjek berada di luar perangkat predikat.
Sebagian
S tidaklah P
Sebagian
air tidaklah keruh.
2.1.2 Jenis-Jenis
Proposisi
Proposisi dapat dipandang dari empat
kriteria, berdasarkan bentuknya, berdasarkan sifatnya, berdasarkan kualitasnya,
dan berdasarkan kuantitasnya.[6]
2.1.2.1
Proposisi Berdasarkan Bentuk
Proposisi berdasarkan bentuk dapat
dibagi atas proposisi tunggal dan proposisi majemuk.Proposisi tunggal hanya
mengandung satu pernyataan.
Contoh:
Semua
murid harus belajar giat.
Setiap
orang memiliki cita-cita.
Proposi
majemuk mengandung lebih dari satu pernyataan.
Contoh:
Setiap
manusia memiliki hak dan kewajiban masing-masing.
Proposisi
majemuk ini sebenarnya terdiri atas dua proposisi, yaitu:
Setiap
manusia memiliki hak masing-masing.
dan
Setiap
manusia memiliki kewajiban masing-masing.
2.1.2.2
Proposisi Berdasarkan Sifat
Berdasarkan sifatnya, proposisi dibagi atas
proposisi kategorial dan proposisi kondisional.Dalam proposisi kategorial,
hubungan antara subjek dan predikat terjadi dengan tanpa syarat.
Contoh:
Sebagian
binatang tidak bersayap.
Semua
sepeda motor beroda dua.
Dalam proposisi kondisional, hubungan antara subjek
dan predikat terjadi dengan suatu syarat tertentu.
Contoh:
Jika
udara tidak ada, manusia akan mati.
Proposisi kondisional ini terdiri
dari dua bagian, yaitu bagian sebab atau disebut anteseden dan bagian akibat atau disebut konsekuen. Pada proposisi di atas, unsur anteseden ialah jika udara tidak ada dan unsur
konsekuennya adalah manusia akan mati.Jika
urutannya dibalik, kalimat di atas bukanlah sebuah proposisi.Proposisi di atas
disebut proposisi kondisional hipotesis.Selain itu, ada pula proposisi
kondisional disjungtif yaitu proposisi yang mengemukakan suatu alternatif atau
pilihan.
Contoh:
Soekarno
adalah seorang presiden dan pahlawan.
Dalam proposisi kondisional
hipotesis, pokok persoalan terletak pada unsur konsekuennya.Proposisi itu
dikatakan positif (afirmatif) jika konsekuennya positif, dan dikatakan
proposisi negatif jika konsekuennya negatif.Unsur anteseden (sebab) tidak
memberi pengaruh terhadap kualitas proposisi.
Contoh:
Jika
hari hujan, ibu tidaklah mencuci.
Jika
hari tidak hujan, ibu menjadi senang
2.1.2.3 Proposisi Berdasarkan Kualitas
Berdasarkan kualitasnya, proposisi
dapat dibagi atas proposisi positif (afirmatif) dan proposisi negatif.Proposisi
positif (afirmatif) adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian
hubungan antara subjek dan predikat.
Contoh:
Semua
politikus adalah orang pintar berbicara.
Sebagian
manusia adalah bersifat egois.
Proposisi negatif adalah proposisi
yang menyatakan bahwa antara subjek dan predikat tidak mempunyai hubungan yang artinya
proposisi ini meniadakan hubungan antara subjek dan predikat.
Contoh:
Semua
paus bukanlah lumba-lumba.
Sebagian
manusia tidaklah jenius.
2.1.2.4
Proposisi Berdasarkan Kuantitas
Berdasarkan
kuantitasnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi universal (umum) dan
proposisi khusus.Pada proposisi universal (umum), predikat prosisi membenarkan
atau mengingkari seluruh subjeknya.
Contoh:
·
Semua guru adalah orang pintar.
Tidak seorang guru pun
adalah orang yang tak pintar.
·
Semua ikan bukanlah kucing.
Tidak seekor ikan pun
adalah kucing.
Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi
universal adalah
a)
Universal
afirmatif : semua, setiap, tiap,
masing-masing, apapun
b)
Universal
negatif : tidak satu pun, tak
seorang pun
Pada proposisi khusus, predikat proposisi hanya
membenarkan atau mengingkari sebagian subjeknya.
Contoh:
·
Sebagian mahasiswa gemar berenang.
Tidak semua mahasiswa
pandai melukis.
·
Sebagian Pulau Sumatera adalah Sumatera Utara.
Tidak semua Pulau
Sumatera adalah Sumatera Utara.
Kata-kata yang dapat membantu
menciptakan proposisi khusus adalah kata sebagian,
sebahagian, banyak, beberapa, sering, kadang-kadang, dalam keadaan tertentu.
2.1.3 Bentuk-Bentuk
Proposisi
Berdasarkan dua jenis
proposisi, yaitu berdasarkan kualitas (positif dan negatif) dan berdasarkan
kuantitas (umum dan khusus) ditemukan empat macam proposisi, yaitu
1. Proposisi umum-positif; -- disebut
proposisi A
Proposisi umum-positif adalah
proposisi yang predikatnya membenarkan keseluruhan subjek. (A)
Contoh:
Semua
dokter adalah lulusan kedokteran
Semua novel mempunyai prolog dan epilog.
2. Proposisi umum-negatif; -- disebut
proposisi E
Proposisi umum-negatif adalah
proposisi yang predikatnya mengingkari keseluruhan subjek. (E)
Contoh:
Tidak
seekor kucing pun bersayap.
Tidak seorang pengacara pun lulusan SMA
3. Proposisi khusus-positif; -- disebut
proposisi I
Prosisi kusus-positif adalah
proposisi yang predikatnya membenarkan sebagian subjek. (I)
Contoh:
Sebagian
mahasiswa adalah anak kurang mampu.
Sebagian murid adalah anak guru.
4. Proposisi khusus-negatif; -- disebut
proposisi O
Proposisi khusus-negatif adalah
proposisi yang predikatnya mengingkari sebagian subjek. (O)
Contoh:
Sebagian
guru tidak mempunyai mobil.
Sebagian murid tidak mendapatkan beasiswa.
2.2 Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses berpikir logis yang
diawali dengan penyajian fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus,
dan diakhiri simpulan khusus yang berupa prinsip, sikap, atau fakta yang
berlaku khusus.[7]
Penalaran deduktif bertolak dari
sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang
lebih umum.Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum daripada proposisi
tempat menarik simpulan itu.Proposisi tempat menarik simpulan disebut premis.
Penarikan simpulan (konklusi) secara
deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak
langsung.
2.2.1 Menarik
Simpulan Secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari
satu premis.Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis.
Misalnya:
1. Semua S adalah P. (premis)
Sebagian
P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua beruang berhibernasi.(premis)
Sebagian yang berhibernasi adalah beruang.(simpulan)
2. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak
satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak
seekor kucing pun adalah badak. (premis)
Tidak
seekor badak pun adalah kucing. (simpulan)
3. Semua S adalah P. (premis)
Tidak
satu pun S adalah tak-P. (simpulan)\
Contoh:
Semua
pisau adalah benda tajam. (premis)
Tidak
satu pun pisau adalah benda tak tajam. (simpulan)
4. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua
S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak
seekor pun kucing adalah harimau. (premis)
Semua
kucing adalah bukan harimau. (simpulan)
5. Semua S adalah P. (premis)
Tidak
satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak
satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua
banteng adalah bertanduk. (premis)
Tidak
satu pun banteng adalah tak bertanduk. (simpulan)
Tidak
satu pun yang tak bertanduk adalah banteng.(simpulan)
2.2.2
Menarik Simpulan Secara Tidak Langsung
Penalaran deduksi yang berupa
penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data.
Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah
premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat
khusus.Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu
premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah
tahu.
Beberapa jenis penalaran deduksi
dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.
2.2.2.1
Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi
dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum
disebut premis mayor dan premis yang
bersifat khusus disebut premis minor.Dalam
simpulan terdapat subjek dan predikat.Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut
term mayor.[8]
Contoh:
Semua
manusia berakal.
Semua
guru adalah manusia.
Jadi,
semua guru berakal.
Untuk menghasilkan simpulan harus
ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor.Term
penengah pada silogisme di atas ialah manusia.Term
penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan.Kalau iterm
penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua
manusia tidak berakal.
Semua
monyet bukan manusia.
Jadi, (tidak ada simpulan).
Aturan
umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
a) Silogisme harus terdiri atas tiga term,
yaitu term mayor, term minor, dan term penengah.
Contoh:
Semua
murid harus giat belajar.
Siska
adalah seorang murid.
Siska
harus giat belajar.
Term
minor = Siska.
Term
mayor = harus
giat belajar.
Term
menengah = murid.
Kalau
lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Lukisan
itu menempel di dinding.
Dinding
itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term
yaitu gambar, menempel di dinding, dan dinding
menempel di tiang.Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik simpulan.
b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi,
yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan.
c) Dua premis yang negatif tidak dapat
menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua
ulat bukan ular.
Tidak seekor ular pun sapi.
d) Bila salah satu premisnya negatif,
simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak
seekor harimau pun adalah kambing.
Semua harimau bertaring.
Jadi, tidak seekor pun kambing bertaring.
e) Dari premis yang positif, akan
dihasilkan simpulkan yang positif.
Contoh:
Tidak
seekor kucing pun adalah singa.
Semua kucing bertaring.
Jadi, semua singa bertaring.
f) Dari dua premis yang khusus tidak dapat
ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian
orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi,… (tidak ada simpulan)
g) Bila salah satu premisnya khusus,
simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua
sarjana adalah lulusan universitas.
Sebagian pemuda adalah sarjana.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan universitas.
h) Dari premis mayor yang khusus dan premis
minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa
manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, … (tidak ada simpulan)
2.2.2.2
Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri
atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis.Kalau premis minornya
membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen.Kalau premis minornya
menolak anteseden, simpulannya juga menolak anteseden.
Contoh:
Jika
logam dipanaskan, logam akan memuai.
Logam dipanaskan.
Jadi, logam memuai.
Jika logam tidak dipanaskan,
logam tidak akan memuai.
Logam tidak dipanaskan.
Jadi,
logam tidak akan memuai.
2.2.2.3
Silogisme Alternatif
Silogisme alternative adalah silogisme yang terdiri
atas premis mayor berupa proposisi alternative. Kalau premis minornya
membenarkan salah satu alternative, simpulannya akan menolak alternative yang
lain.
Contoh:
Dia adalah seorang penyanyi atau dokter.
Dia adalah seorang penyanyi.
Jadi, dia bukan seorang dokter.
Dia
adalah seorang polisi atau pelukis.
Dia
bukan seorang polisi.
Jadi,
dia seorang pelukis.
2.2.2.4
Entimen
Entimen adalah bentuk silogisme yang tidak mempunyai
premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang
dikemukakan hanyalah premis minor dan simpulan.
Contoh:
Semua ilmuwan adalah orang cerdas.
Mika adalah seorang ilmuwan.
Jadi, Mika adalah orang cerdas.
Dari silogisme di atas dapat
ditarik satu entimen, yaitu “Mika adalah
orang cerdas karena dia adalah seorang ilmuwan”.
Dengan
demikian, silogisme dapat dijadikan entimen.Sebaliknya, sebuah entimen juga
dapat diubah menjadi silogisme.
2.3
Penalaran Induktif
Penalaran induktif
adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan
menghasilkan simpulan yang umum.[9]
Penalaran induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan observasi
data, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri kesimpulan umum.[10]
Kesimpulan ini dapat berupa prinsip
atau sikap yang berlaku umum atas fakta yang bersifat khusus. Dengan kata lain,
simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis).
Berikut bentuk penalaran induktif
adalah sebagai berikut.
2.3.1 Generalisasi
Menurut Widjono (2012:
274), “Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas
sejumlah gejala (data) yang bersifat khusus, serupa, atau sejenis yang disusun
secara logis dan diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umum”.[11]Menurut
E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai (2009: 152), “Generalisasi adalah proses
penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu
untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum”.[12]
Contoh:
Jika
dibekukan, air teh mengeras.
Jika dibekukan, sirup mengeras.
Jika dibekukan, kopi mengeras.
Jadi, jika dibekukan, air mengeras.
Sahih atau tidak sahihnya simpulan
dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal berikut.
1) Data itu harus memadai jumlahnya. Makin
banyak data yang dipaparkan, makin sahih simpulan yang diperoleh.
2) Data itu harus mewakili keseluruhan.
Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang sahih.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena
data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
2.3.2 Analogi
Menurut E. Zaenal Arifin dan S.
Amran Tasai (2009: 153), “Analogi adalah cara penarikan penalaran secara
membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama”.[13]
Menurut Widjono (2012: 274), “Analogi adalah proses penalaran berdasarkan
pengamatan terhadap gejala khusus dengan membandingkan atau mengumpamakan suatu
objek yang sudah teridentifikasi secara jelas terhadap objek yang dianalogikan
sampai dengan kesimpulan yang berlaku umum”.[14]
Contoh
:
Ayu
adalah lulusan akademi CENDEKIA.
Ayu dapat menjalankan tugas dengan baik.
Diyah adalah lulusan akademi CENDEKIA.
Oleh sebab itu, Diyah dapat menjalankan tugas dengan
baik.
Tujuan penalaran secara analogi
adalah sebagai berikut.
1) Analogi dilakukan untuk meramalkan
kesamaan.
2) Analogi digunakan untuk menyingkapkan
kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyusun
klasifikasi.
2.3.3 Hubungan Kausal
Menurut E. Zaenal Arifin dan S.
Amran Tasai (2009: 153), “Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang
saling berhubungan”.[15]Dalam
kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai
berikut.
2.3.3.1
Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini
berpola A menyebabkan B. Di samping itu, hubungan ini dapat pula berpola A
menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal
ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan
penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap
sebuah akibat yang nyata.
Contoh:
Andaikata
angin tiba-tiba bertiup (A), dan hujan tiba-tiba turun (B), ternyata tidak
sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu dapat disimpulkan bahwa jatuhnya buah
manga itu disebabkan oleh lemparan anak-anak (C).
Pola
seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut.
Angin hujan lemparan mangga jatuh
(A)
(B) (C) (E)
Angin hujan manga
tidak jatuh
(A) (B) (E)
Oleh
sebab itu, lemparan anak menyebabkan manga jatuh.
(C)
(E)
Pola-pola
seperti itu sesuai pula dengan metode agreement
yang berbunyi sebagai berikut.Jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala
mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi
itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.
ikan
asin, cumi-cumi, ikan mentah menyebabkan
kedatangan lalat
(P) (Q) (R) (Y)
kentang, tempe,
ikan asin menyebabkan kedatangan lalat
(S) (U) (P) (Y)
Jadi, ikan asin
menyebabkan kedatangan lalat.
(P) (Y)
2.3.3.2
Akibat-Sebab
Akibat-sebab
ini dapat dilihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter.Ke dokter
merupakan akibat dan sakit merupakan sebab.Sehingga dalam penalaran jenis
akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.
2.3.3.3
Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran
yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada
suatu “akibat” yang lain.
Contoh:
Ketika pulang dari
kampus, Julia melihat tanah di halaman kosnya basah.Julia langsung menyimpulkan
bahwa kain jemuran di belakang kamarnya pasti basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak
ditampilkan, yaitu hari hujan.Pola itu dapat dilihat sebagai berikut.
hujan menyebabkan tanah becek
(A) (B)
hujan menyebabkan kain jemuran basah
(A)
(C)
Dalam proses penalaran,
“akibat-sebab”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristiwa kain
jemuran basah (C) merupakan simpulan.
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
2.4 Isi Karangan
Isi
karangan dapat berupa sajian fakta (benda, kejadian, gejala, sifat atau ciri sesuatu,
dan sebagainya), pendapat/sikap dan tanggapan, imajinasi, ramalan dan
sebagainya.
Bagian-bagian
dalam isi karangan dapat dibagi sebagai berikut.
2.4.1 Generalisasi dan Spesifikasi
Generalisasi
adalah pernyataan yang berlaku untuk semua atau sebagian besar gejala yang
diamati.[16]Sedangkan
spesifikasi adalah pernyataan yang berlaku untuk sebagian kecil gejala yang
diamati atau tentang hal-hal yang khusus.Suatu generalisasi mencakup ciri-ciri
umum yang menonjol, bukan rincian.Sebaliknya, suatu spesifikasi mencakup
rincian, bukan ciri-ciri umum yang menonjol.
Contoh:
Gempa
di aceh pada tanggal 26 Desember 2004 lalu yang berkekuatan 9 skala Righter itu
menimbulkan korban jiwa yang terus berjatuhan hingga tanggal 31 Desember 2004
di Srilanka 28.508 orang, India 10.736 orang, Thailand 4.500 orang dan di Aceh
79.940 dan cenderung bertambah. Sekalipun belum ada angka pasti, korban
menderita sakit berat dan cacat tubuh yang diakibatkan oleh gempa dan gelombang
Tsunami yang sangat dahsyat itu di Aceh dapat diperkirakan cukup besar.Korban gempa di Aceh ini merupakan yang
terbesar di dunia.
Bagian yang dicetak miring
merupakan kesimpulan generalisasi. Generalisasi itu didukung dengan detail awal
yang disusun secara logis menuju generalisasi.
Bukti-bukti atau rincian penunjang
harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan.Paragraf yang mencantumkan
penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis.
Generalisasi yang mengemukakan
fakta disebut generalisasi factual atau opini.Generalisasi factual lebih mudah
diyakini oleh pembaca daripada generalisasi yang berupa pendapat atau penilaian
(value judgement).Fakta mudah
dibuktikan, mudah diuji kebenarannya, sedangkan opini sulit dibuktikan atau
diuji.
Generalisasi dapat berupa pokok
pembicaraan, seperti sejarah, geografi, sastra/seni, teknologi, bangsa, negara,
dan sebagainya.Dalam paragraf, generalisasi itu dapat diletakkan pada bagian
awal atau akhir.
2.4.2
Klasifikasi
Klasifikasi adalah pengelompokkan
fakta berdasarkan atas ciri atau kriteria tertentu. Klasifikasi ada dua jenis,
yaitu klasifikasi sederhana yang hanya mengelompokkan objek menjadi dua
kelompok, misalnya: manusia terdiri dari dua jenis yaitu pria dan wanita,
kemudian klasifikasi kompleks yang mengelompokkan objek menjadi tiga kelompok
atau lebih, misalnya: tahap-tahap pada manusia dapat dikelompokkan kedalam
beberapa kelompok, yaitu masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa.
Contoh:
·
Kelompok
mahasiswa dengan IPK 4,
·
Kelompok
mahasiswa dengan IPK 3,
·
Kelompok
mahasiswa dengan IPK 2,
·
Kelompok
mahasiswa dengan IPK 1,
·
Kelompok
mahasiswa dengan IPK lebih kecil dari 1.
Dalam pengembangan karangan,
klasifikasi merupakan sejenis generalisasi.Fakta yang banyak dikelompokkan
menurut persamaan/perbedaan yang ada.Sehingga, sekurang-kurangnya sudah dikemukakan
dua macam generalisasi yaitu generalisasi biasa dan generalisasi klasifikasi.
Contoh:
Ø Semua mahasiswa mampu berpikir logis dan
mandiri. (generalisasi biasa)
Ø Bahasa-bahasa di Madagaskar, Formosa,
Filipina, dan Indonesia termasuk rumpun Bahasa Austronesia. (generalisasi
klasifikasi)
Untuk menulis klasifikasi
diperlukan kata-kata atau ungkapan berikut:
jenis, tipe, : dengan mudah dapat dikelompokkan,
cara, sumber, : dengan jelas dapat dibedakan,
bagian, aspek, dipandang, : ditinjau
dari,
kategori, ciri-ciri, : menurut, dapat dibagi,
kelas, dengan mengingat, : golongan,
sesuai dengan.
Contoh:
Jenis
transportasi modern yang digerakkan dengan mesin dapat diklasifikasi menjadi:
transportasi udara, darat, dan laut. Pertama, transportasi udara terdiri dua
jenis, yaitu: pesawat terbang sipil dan pesawat terbang militer. Kedua,
transportasi darat terdiri dari kereta api, mobil, dan sepeda motor;
masing-masing dapat digunakan untuk keperluan militer maupun sipil. Selain itu,
masing-masing terdiri beberapa jenis berdasarkan daya angkut, kecepatan melaju,
atau kapasitas penumpang.Ketiga, transportasi laut menggunakan kapal.Kapal ini
dapat diklasifikasi berdasarkan besar-kecilnya, daya jelajahnya, fungsinya, dan
sebagainya.
2.4.3
Perbandingan dan Pertentangan
Perbandingan dan pertentangan
merupakan dua hal yang berbeda tetapi erat hubungannya.Perbandingan membahas kesamaan dan kemiripan sedangkan pertentangan membahas perbedaan dan ketidaksamaan.
Kata-kata/ungkapan yang
dipergunakan untuk menyatakan perbandingan dan pertentangan adalah:
Untuk membandingkan
|
Untuk mempertentangkan
|
sama dengan
|
berbeda dengan
|
seperti
|
bertentangan dengan
|
seperti halnya
|
berlawanan dengan
|
menyerupai
|
…sedangkan…
|
hampir sama dengan
|
sebaliknya
|
selaras dengan
|
dipihak lain
|
sesuai dengan
|
kurang dari
|
tepat sama dengan
|
tidak sama dengan
|
demikian juga
|
akan tetapi
|
sama saja
|
halnya dengan
|
serupa dengan
|
meskipun
|
sejalan dengan
|
lain halnya dengan
|
2.4.4
Sebab dan Akibat
Suatu peristiwa dapat menyebabkan
serangkaian akibat sehingga timbullah serangkaian sebab-akibat.Dalam proses
sebab-akibat, sebab dan akibat kerap kali tidak jelas, mana sebab dan yang mana
akibat.
Sebab-akibat dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
(a) Satu sebab – satu akibat.
(b) Sebab – akibat berkelanjutan membentuk lingkaran.
(c) Satu sebab – banyak akibat.
(d) Banyak sebab – satu akibat.
(e) Sebab – akibat berkelanjutan menuju
situasi memburuk.
(f) Sebab – akibat berkelanjutan menuju
situasi memburuk.
Proses mengarang dengan penalaran
sebab-akibat: (1) menentukan topik, (2) menentukan pola, (3) menentukan sebab,
(4) mulai menulis dengan kalimat topik yang menjadi sebab, (5) menjelaskan
sebab-sebab tersebut, mengapa sebab-sebab itu terjadi, (6)
menyebutkan/menjelaskan akibat yang ditimbulkan.
Kata/ungkapan yang lazim digunakan:
Oleh
sebab itu. : Dengan pertimbangan bahwa
Oleh
karena itu, : dengan alasan itu,
Akibatnya, : dengan alasan itu
Alhasil,
jadi, : pengalaman membuktikan bahwa
Sebab, : karena,
2.4.5
Analogi
Menurut Widjono (2012: 295),
“Analogi adalah suatu bentuk kias persamaan atau perbandingan dua atau lebih
objek yang berlainan”. Analogi dapat dibagi berdasarkan pengungkapan secara
garis besar dan berdasarkan pengungkapan isi.
2.4.5.1
Analogi Secara Garis Besar
A. Analogi sederhana
·
Mudah
dipahami karena mencari persamaan dua objek yang tidak menuntut penjelasan
fakta secara mendalam dan sudah lazim diketahui.
·
Mencari
persamaan dua objek berdasarkan salah satu dari objek tersebut yang sudah
diketahui.
·
Contoh:
Gadis itu bagaikan ratu di sekolah kami.
B. Analogi yang berupa kiasan
·
Sulit
dipahami karena bersifat subjektif dan berdasarkan situasi pembicaraan yang
sedang berlangsung.
·
Mencari
persamaan dengan menggunakan ungkapan atau kiasan.
·
Contoh:
Daya pikir mahasiswa itu tajam. Kata tajam tidak dapat diukur secara objektif
(empirik)
2.4.5.2
Analogi Berdasarkan Pengungkapan Isi
A. Analogi deklaratif
·
Menjelaskan
suatu objek yang belum dikenal berdasarkan persamaannya dengan objek yang sudah
dikenal.
·
Tidak
menghasilkan simpulan.
·
Tidak
memberikan pengetahuan baru.
Kata-kata
yang digunakan dalam analogi deklaratif, ialah:
·
Bagaikan,
laksana, seperti, bagai
·
Se…(kata
keadaan, misalnya “seindah”).
Contoh 1:
Harus
diakui bahwa Miss Minchin sendiri tersentak kaget.Ini ternyata lebih buruk
daripada seorang paman bujangan eksentrik yang berpakaian seperti penyanyi 90-an, yang mungkin marah-marah dan tersinggung
setelah mengetahui perlakuan yang diterima keponakan perempuannya.
Contoh 2:
Guy
Clarence mengira mata Sara terlihat seperti kucing kelaparan karena Sara sudah
lama tidak punya apa pun untuk dimakan. Ia tidak tahu bahwa Sara
memperhatikannya karena lapar akan suasana rumahnya yang hangat dan riang, yang
terpancar dari wajah kemerah-merahannya Guy Clarence.
B. Analogi induktif
·
Menjelaskan
suatu objek yang dapat memberikan pengetahuan baru, berdasarkan persamaan ciri
utama (esensial) dengan objek yang sudah dikenal.
·
Menghasilkan
suatu kesimpulan induktif yang khusus tetapi bukanlah generalisasi, seperti:
pengetahuan baru, tindakan baru, dan sebagainya.
·
Kesimpulan
dapat dijadikan dasar pengetahuan bagi objek lain, berdasarkan persamaan ciri.
·
Proses
menggunakan kesamaan sifat objek pertama yang sudah dikenal ciri-cirinya untuk
menerangkan ciri-ciri objek kedua, dan menyimpulkannya secara induktif.
·
Kata-kata
yang sering digunakan: maka, dengan demikian, dengan begitu.
2.4.6
Ramalan dan Perkiraan
Ramalan adalah semacam inferensi
yang berisi pernyataan tentang sesuatu yang terjadi pada waktu yang akan
datang. Berdasarkan proses dan landasan berpikir, ramalan dibedakan atas
ramalan tidak ilmiah dan ramalan ilmiah.
Ramalan tidak ilmiah adalah ramalan
yang diperoleh melalui prosedur yang tidak ilmiah, misalnya sesuatu yang
bersifat gaib. Ramalan ilmiah (perkiraan) disusun berdasarkan hasil penalaran
ilmiah: pengujian, perhitungan atas fakta.
Perkiraan yang dibuat selalu
menuntut pengamatan terhadap fakta.Jadi, dasarnya adalah fakta. Perbedaan
kata-kata yang lazim digunakan dalam perkiraan:
Memperkirakan/diperkirakan : anggapan
Ditaksir : dapat diproyeksikan
Sangat
mungkin : mungkin
Boleh
jadi : diduga akan
Contoh:
Sumitro
Djojohadikusumo (1997) menyatakan bahwa dengan memperhitungkan penurunan
kesuburan sebesar 23% penduduk Indonesia ditaksir akan berjumlah sekita 250
juta pada tahun 2000 nanti. Perkiraan tersebut ternyata tidak sesuai dengan
kenyataan.Jumlah penduduk 2004 ini baru berjumlah lebih-kurang 206
juta.Perkiraan penurunan kesuburan tersebut diduga lebih besar dari perkiraan
23% pada 1997.
2.5
Simpulan
Data yang dianalisis dan dievaluasi
menghasilkan fakta. Fakta hasil analisis dapat diinterpretasikan menjadi suatu
simpulan yang dapat berupa:
a.
Implikasi
Implikasi
simpulan yang bersifat melibat data.Maksudnya implikasi ini adalah sebuah
dampak dari suatu kejadian. Misalnya: “Sore hari ini tidak hujan”. Kesimpulan
ini diambil berdasarkan fakta yang masih terlihat pada saat simpulan dibuat.Jadi,
implikasinya adalah “Kita tidak perlu memakai payung”.
b.
Inferensi
Inferensi
adalah kutipan tidak langsung yang merujuk pada satu buku tetapi boleh
menambahkan argumen kita ke dalam simpulan tersebut.Inferensi diambil
berdasarkan analisis yang bersumber pada referensi atau rujukan yang datanya
tidak dapat diamati secara langsung dan tidak terkait langsung dengan kalimat
simpulan. Misalnya: Majapahit di kerajaan Jawa Timur mengalami kejayaan pada
masa kekuasaan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Simpulan di atas data ini
didasarkan pada tanda-tanda atau sisa-sisa yang masih dapat diamati sebagai
argumentasi (pembuktian) – tidak secara langsung.
c.
Tindakan
Tindakan
adalah simpulan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari suatu kajian.Misalnya,
setelah dilakukan studi yang mendalam, sebuah perusahaan hampir bangkrut karena
mesin (teknologi) yang digunakan sudah usang. Alternatif solusi: menjual
perusahaan dengan harga murah atau meminjam uang di bank untuk peremejaan mesin
produksi. Maka simpulan yang diambil berupa tindakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aspek penalaran sangat diperhatikan
dalam setiap penulisan karangan ataupun jenis tulisan lainnya karena itu,
seorang penulis harus mengenal kriteria
dan mengetahui prinsip-prinsip proses penaksiran fakta dan kebenaran penarikan
kesimpulan yang sah dalam tulisanyang dibacanya.
Dari berbagai penjelasan sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa penalaran terbagi menjadi 2, yaitu: penalaran deduktif
dan penalaran induktif. Di dalam penalaran juga ada proposisi dan term.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah mengenai
penalaran ini diharapkan para pembaca agar dapat memahami bagaimana cara
menalar yang baik menurut tata Bahasa Indonesia. Selain itu diharapkan pembaca
dapat menerapkan ilmu yang didapat dalam
makalah ini dalam penulisan karya ilmiah ataupun sejenisnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hs,
Widjono. 2012. Bahasa Indonesia: Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. GRASINDO.
Arifin,
E. Zaenal dan Tasai, S. Amran. 2009. Cermat
Berbahasa Indonesia: Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: AKADEMIKA PRESSINDO.
[1] Widjono Hs, Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi Edisi Revisi kedua, (Jakarta: PT Grasindo,
2012), h. 272.
[2] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2009),
h. 139.
[4] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, op.cit., h. 140.
[7] Widjono Hs, op.cit., h.
276
[8] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, op.cit., h. 148.
[10] Widjono Hs, op.cit., h.
274.
[12] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, op.cit., h. 152.
[14] Widjono Hs, op.cit., h.
274.
[15] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, op.cit., h. 153.
[16] Widjono, op.cit., h. 286.