Minggu, 22 April 2018

MENGANALISIS PENALARAN, ISI KARANGAN, DAN SIMPULAN




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam membuat suatu karangan ilmiah banyak membahas fakta secara logis dan sistematik dengan tata bahasa yang baik dan benar.Berarti untuk menulis karangan ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah. Oleh karena itu kita perlu memahami prinsip-prinsip yang berlaku didalam proses penalaran ilmiah. Dengan mempelajari penalaran, akan memperoleh pengetahuan mengenai  definisi,kalimat efektif,paragraf, dan pengembangan karangan.Melalui proses penalaran, kita dapat sampai pada kesimpulan yang mungkin berupa asumsi,hipotesis,teori, atau keputusan lainnya.
Berdasarkan uraian di atas mengenai penalaran maka dapat kita katakan penalaran merupakan proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga menghasilkan kesimpulan. Sementara dalam karangan penalaran berarti penggunaan pikiran untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa itu penalaran?
b.      Apa itu proposisi dan term?
c.       Apa saja jenis-jenis proposisi?
d.      Apa itu penalaran deduktif?
e.       Apa saja cara penarikan simpulan pada penalaran deduktif?
f.       Apa itu penalaran induktif?
g.      Apa saja bentuk-bentuk penalaran induktif?
h.      Apa saja bagian-bagian pada isi karangan?
i.        Apa itu simpulan dan apa saja jenis-jenis simpulan?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa itu penalaran.
2.      Mengetahui apa itu penalaran deduktif dan induktif.
3.      Mengetahui bagian-bagian dalam isi karangan.
4.      Mengetahui apa itu simpulan.
1.4  Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode perpustakaan.
1.5  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini adalah.
1.      Pengertian penalaran
1.1  Proposisi dan term
1.2  Jenis-jenis proposisi
2.      Penalaran deduktif
2.1  Menarik simpulan secara langsung
2.2  Menarik simpulan secara tidak langsung
3.      Penalaran induktif
3.1  Generalisasi
3.2  Analogi
3.3  Hubungan kausal
4.      Isi karangan
4.1  Generalisasi dan spesifikasi
4.2  Klasifikasi
4.3  Perbandingan dan pertentangan
4.4  Sebab dan akibat
4.5  Analogi
4.6  Ramalan dan perkiraan

5.      Simpulan
5.1  Implikasi
5.2  Inferensi
5.3  Tindakan

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penalaran
            Penalaran mempunyai beberapa pengertian, yaitu: (1) proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan, (2) menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan, (3) proses  menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru. (4) Dalam karangan terdiri dari dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan menghubung-hubungkan variabel yang dikaji sampai menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan. (5) Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.[1]Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan.[2]
            Data atau fakta yang dipergunakan itu boleh benar dan tidak benar.Data yang dapat dipergunakan dalam penalaran untuk mencapai satu kesimpulan ini harus berbentuk kalimat pernyataan yang disebut proposisi.
2.1.1 Proposisi dan Term
Term adalah kata atau kelompok kata yang dapat dijadikan subjek atau predikat dalam sebuah kalimat proposisi.[3]
Contoh :
            Semua es krim dingin.
            Semua es krim adalah  term.
            Dingin adalah term.
            Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat diantara subjek dan predikat.[4] Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat.
Contoh :
            Burung adalah unggas.
            Budi duduk di pinggir kolam berenang.           
            Dari contoh di atas, dapat dilihat hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat. Dalam hal hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat dalam proposisi, seorang ahli logika bangsa Swiss, Euler, yang hidup pada abad XVIII mengemukakan konsepnya dengan empat jenis proposisi dengan lima macam posisi lingkaran. Lingkaran itu disebut Lingkaran Euler.[5]Keempat jenis proposisi itu adalah sebagai berikut.
1)      Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek sama dengan perangkat yang terdapat dlam predikat.
Semua S adalah semua P
Semua bahagia adalah semua tidak sedih.
Oval: S = P
 


2)      Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek menjadi bagian dari perangkat predikat.
Semua S adalah P
Semua unggas bersayap
 


Sebaliknya, suatu perangkat predikat merupakan bagian dari perangkat subjek.
Sebagian S adalah P
Sebagian ikan adalah paus.
 



3)      Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek berada di luar perangkat predikat. Dengan kata lain, antara subjek dan predikat tidak terdapat relasi.
Tidak satu pun adalah S adalah P
Tidak seekor pun binatang adalah manusia.
Oval: S Oval: P
 


4)      Sebagian perangkat yang tercakup dalam subjek berada di luar perangkat predikat.
Sebagian S tidaklah P
Sebagian air tidaklah keruh.
 


2.1.2 Jenis-Jenis Proposisi
            Proposisi dapat dipandang dari empat kriteria, berdasarkan bentuknya, berdasarkan sifatnya, berdasarkan kualitasnya, dan berdasarkan kuantitasnya.[6]
            2.1.2.1 Proposisi Berdasarkan Bentuk
            Proposisi berdasarkan bentuk dapat dibagi atas proposisi tunggal dan proposisi majemuk.Proposisi tunggal hanya mengandung satu pernyataan.
Contoh:
            Semua murid harus belajar giat.
            Setiap orang memiliki cita-cita.
Proposi majemuk mengandung lebih dari satu pernyataan.
Contoh:
            Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban masing-masing.
Proposisi majemuk ini sebenarnya terdiri atas dua proposisi, yaitu:
            Setiap manusia memiliki hak masing-masing.
            dan
            Setiap manusia memiliki kewajiban masing-masing.
            2.1.2.2 Proposisi Berdasarkan Sifat
Berdasarkan sifatnya, proposisi dibagi atas proposisi kategorial dan proposisi kondisional.Dalam proposisi kategorial, hubungan antara subjek dan predikat terjadi dengan tanpa syarat.
Contoh:
            Sebagian binatang tidak bersayap.
            Semua sepeda motor beroda dua.
Dalam proposisi kondisional, hubungan antara subjek dan predikat terjadi dengan suatu syarat tertentu.
Contoh:
            Jika udara tidak ada, manusia akan mati.
            Proposisi kondisional ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian sebab atau disebut anteseden dan bagian akibat atau disebut konsekuen. Pada proposisi di atas, unsur anteseden ialah jika udara tidak ada dan unsur konsekuennya adalah manusia akan mati.Jika urutannya dibalik, kalimat di atas bukanlah sebuah proposisi.Proposisi di atas disebut proposisi kondisional hipotesis.Selain itu, ada pula proposisi kondisional disjungtif yaitu proposisi yang mengemukakan suatu alternatif atau pilihan.
Contoh:
            Soekarno adalah seorang presiden dan pahlawan.
            Dalam proposisi kondisional hipotesis, pokok persoalan terletak pada unsur konsekuennya.Proposisi itu dikatakan positif (afirmatif) jika konsekuennya positif, dan dikatakan proposisi negatif jika konsekuennya negatif.Unsur anteseden (sebab) tidak memberi pengaruh terhadap kualitas proposisi.
Contoh:
            Jika hari hujan, ibu tidaklah mencuci.
            Jika hari tidak hujan, ibu menjadi senang
            2.1.2.3 Proposisi Berdasarkan Kualitas
            Berdasarkan kualitasnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi positif (afirmatif) dan proposisi negatif.Proposisi positif (afirmatif) adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian hubungan antara subjek dan predikat.
Contoh:
            Semua politikus adalah orang pintar berbicara.
            Sebagian manusia adalah bersifat egois.
            Proposisi negatif adalah proposisi yang menyatakan bahwa antara subjek dan predikat tidak mempunyai hubungan yang artinya proposisi ini meniadakan hubungan antara subjek dan predikat.
Contoh:
            Semua paus bukanlah lumba-lumba.
            Sebagian manusia tidaklah jenius.


            2.1.2.4 Proposisi Berdasarkan Kuantitas
            Berdasarkan kuantitasnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi universal (umum) dan proposisi khusus.Pada proposisi universal (umum), predikat prosisi membenarkan atau mengingkari seluruh subjeknya.
Contoh:
·         Semua guru adalah orang pintar.
Tidak seorang guru pun adalah orang yang tak pintar.
·         Semua ikan bukanlah kucing.
Tidak seekor ikan pun adalah kucing.
Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi universal adalah
a)      Universal afirmatif      :           semua, setiap, tiap, masing-masing, apapun
b)      Universal negatif         :           tidak satu pun, tak seorang pun
Pada proposisi khusus, predikat proposisi hanya membenarkan atau mengingkari sebagian subjeknya.
Contoh:
·         Sebagian mahasiswa gemar berenang.
Tidak semua mahasiswa pandai melukis.
·         Sebagian Pulau Sumatera adalah Sumatera Utara.
Tidak semua Pulau Sumatera adalah Sumatera Utara.
            Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi khusus adalah kata sebagian, sebahagian, banyak, beberapa, sering, kadang-kadang, dalam keadaan tertentu.
2.1.3 Bentuk-Bentuk Proposisi
            Berdasarkan dua jenis proposisi, yaitu berdasarkan kualitas (positif dan negatif) dan berdasarkan kuantitas (umum dan khusus) ditemukan empat macam proposisi, yaitu
1.      Proposisi umum-positif;          --          disebut proposisi A
Proposisi umum-positif adalah proposisi yang predikatnya membenarkan keseluruhan subjek. (A)
Contoh:
      Semua dokter adalah lulusan kedokteran
      Semua novel mempunyai prolog dan epilog.
2.      Proposisi umum-negatif;         --          disebut proposisi E
Proposisi umum-negatif adalah proposisi yang predikatnya mengingkari keseluruhan subjek. (E)
Contoh:
      Tidak seekor kucing pun bersayap.
      Tidak seorang pengacara pun lulusan SMA
3.      Proposisi khusus-positif;         --          disebut proposisi I
Prosisi kusus-positif adalah proposisi yang predikatnya membenarkan sebagian subjek. (I)
Contoh:
      Sebagian mahasiswa adalah anak kurang mampu.
      Sebagian murid adalah anak guru.
4.      Proposisi khusus-negatif;        --          disebut proposisi O
Proposisi khusus-negatif adalah proposisi yang predikatnya mengingkari sebagian subjek. (O)


Contoh:
      Sebagian guru tidak mempunyai mobil.
      Sebagian murid tidak mendapatkan beasiswa.
2.2 Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan penyajian fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus, dan diakhiri simpulan khusus yang berupa prinsip, sikap, atau fakta yang berlaku khusus.[7]
            Penalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum.Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum daripada proposisi tempat menarik simpulan itu.Proposisi tempat menarik simpulan disebut premis.
            Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
2.2.1 Menarik Simpulan Secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis.Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis.
Misalnya:
1.      Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
   Semua beruang berhibernasi.(premis)
   Sebagian yang berhibernasi adalah beruang.(simpulan)

2.      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
   Tidak seekor kucing pun adalah badak. (premis)
   Tidak seekor badak pun adalah kucing. (simpulan)
3.      Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)\
Contoh:
   Semua pisau adalah benda tajam. (premis)
   Tidak satu pun pisau adalah benda tak tajam. (simpulan)
4.      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
   Tidak seekor pun kucing adalah harimau. (premis)
   Semua kucing adalah bukan harimau. (simpulan)
5.      Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
   Semua banteng adalah bertanduk. (premis)
   Tidak satu pun banteng adalah tak bertanduk. (simpulan)
   Tidak satu pun yang tak bertanduk adalah banteng.(simpulan)

            2.2.2 Menarik Simpulan Secara Tidak Langsung
            Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu.
            Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.
2.2.2.1  Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi  merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor.Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat.Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.[8]
Contoh:
            Semua manusia berakal.
            Semua guru adalah manusia.
            Jadi, semua guru berakal.
            Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor.Term penengah pada silogisme di atas ialah manusia.Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan.Kalau iterm penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.

Contoh:
            Semua manusia tidak berakal.
            Semua monyet bukan manusia.
            Jadi, (tidak ada simpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
a)      Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah.
Contoh:
Semua murid harus giat belajar.
Siska adalah seorang murid.
Siska harus giat belajar.
Term minor                  =          Siska.
Term mayor                 =          harus giat belajar.
Term menengah           =          murid.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Lukisan itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
            Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan dinding menempel di tiang.Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik simpulan.
b)      Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan.
c)      Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.

Contoh:
            Semua ulat bukan ular.
            Tidak seekor ular pun sapi.

d)     Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
            Tidak seekor harimau pun adalah kambing.
            Semua harimau bertaring.
            Jadi, tidak seekor pun kambing bertaring.
e)      Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulkan yang positif.
Contoh:
            Tidak seekor kucing pun adalah singa.
            Semua kucing bertaring.
            Jadi, semua singa bertaring.
f)       Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
            Sebagian orang jujur adalah petani.
            Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
            Jadi,… (tidak ada simpulan)
g)      Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
            Semua sarjana adalah lulusan universitas.
            Sebagian pemuda adalah sarjana.
            Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan universitas.
h)      Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
            Beberapa manusia adalah bijaksana.
            Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
            Jadi, … (tidak ada simpulan)
2.2.2.2  Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis.Kalau premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen.Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak anteseden.
Contoh:
      Jika logam dipanaskan, logam akan memuai.
      Logam dipanaskan.
      Jadi, logam memuai.
                                          Jika logam tidak dipanaskan, logam tidak akan memuai.
                                          Logam tidak dipanaskan.
                                          Jadi, logam tidak akan memuai.
2.2.2.3  Silogisme Alternatif
Silogisme alternative adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternative. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternative, simpulannya akan menolak alternative yang lain.
Contoh:
      Dia adalah seorang penyanyi atau dokter.
      Dia adalah seorang penyanyi.
      Jadi, dia bukan seorang dokter.
                                                      Dia adalah seorang polisi atau pelukis.
                                                      Dia bukan seorang polisi.
                                                      Jadi, dia seorang pelukis.
2.2.2.4  Entimen
Entimen adalah bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanyalah premis minor dan simpulan.
Contoh:
        Semua ilmuwan adalah orang cerdas.
        Mika adalah seorang ilmuwan.
        Jadi, Mika adalah orang cerdas.
Dari silogisme di atas dapat ditarik satu entimen, yaitu “Mika adalah orang cerdas karena dia adalah seorang ilmuwan”.
        Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen.Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
2.3 Penalaran Induktif
            Penalaran induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum.[9] Penalaran induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri kesimpulan umum.[10]
            Kesimpulan ini dapat berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum atas fakta yang bersifat khusus. Dengan kata lain, simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis).
            Berikut bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut.


2.3.1 Generalisasi
            Menurut Widjono (2012: 274), “Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala (data) yang bersifat khusus, serupa, atau sejenis yang disusun secara logis dan diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umum”.[11]Menurut E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai (2009: 152), “Generalisasi adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum”.[12]
Contoh:
            Jika dibekukan, air teh mengeras.
            Jika dibekukan, sirup mengeras.
            Jika dibekukan, kopi mengeras.         
            Jadi, jika dibekukan, air mengeras.
            Sahih atau tidak sahihnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal berikut.
1)      Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makin sahih simpulan yang diperoleh.
2)      Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang sahih.
3)      Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.



2.3.2 Analogi
            Menurut E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai (2009: 153), “Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama”.[13] Menurut Widjono (2012: 274), “Analogi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan terhadap gejala khusus dengan membandingkan atau mengumpamakan suatu objek yang sudah teridentifikasi secara jelas terhadap objek yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan yang berlaku umum”.[14]
Contoh :
            Ayu adalah lulusan akademi CENDEKIA.
            Ayu dapat menjalankan tugas dengan baik.
            Diyah adalah lulusan akademi CENDEKIA.
            Oleh sebab itu, Diyah dapat menjalankan tugas dengan baik.
            Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1)      Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
2)      Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3)      Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
2.3.3 Hubungan Kausal
            Menurut E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai (2009: 153), “Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan”.[15]Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut.


2.3.3.1 Sebab-Akibat
            Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Di samping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata.
Contoh:
Andaikata angin tiba-tiba bertiup (A), dan hujan tiba-tiba turun (B), ternyata tidak sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu dapat disimpulkan bahwa jatuhnya buah manga itu disebabkan oleh lemparan anak-anak (C).
Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut.
Angin              hujan               lemparan                      mangga jatuh
(A)                                   (B)                     (C)                                    (E)
Angin              hujan                                                   manga tidak jatuh
(A)                   (B)                                                                 (E)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan manga jatuh.
                               (C)                                              (E)
          Pola-pola seperti itu sesuai pula dengan metode agreement yang berbunyi sebagai berikut.Jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.
ikan asin, cumi-cumi, ikan mentah                menyebabkan kedatangan lalat
     (P)                        (Q)                   (R)                                           (Y)
kentang, tempe, ikan asin                              menyebabkan  kedatangan lalat
   (S)         (U)        (P)                                                           (Y)
Jadi, ikan asin menyebabkan kedatangan lalat.
              (P)                                       (Y)
          2.3.3.2 Akibat-Sebab
          Akibat-sebab ini dapat dilihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter.Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab.Sehingga dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.
          2.3.3.3 Akibat-Akibat
          Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain.
Contoh:
Ketika pulang dari kampus, Julia melihat tanah di halaman kosnya basah.Julia langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang kamarnya pasti basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan.Pola itu dapat dilihat sebagai berikut.
hujan               menyebabkan tanah becek
(A)                              (B)
hujan               menyebabkan kain jemuran basah
(A)                                                                                 (C)
Dalam proses penalaran, “akibat-sebab”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.


2.4 Isi Karangan
            Isi karangan dapat berupa sajian fakta (benda, kejadian, gejala, sifat atau ciri sesuatu, dan sebagainya), pendapat/sikap dan tanggapan, imajinasi, ramalan dan sebagainya.
            Bagian-bagian dalam isi karangan dapat dibagi sebagai berikut.
            2.4.1 Generalisasi dan Spesifikasi
            Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati.[16]Sedangkan spesifikasi adalah pernyataan yang berlaku untuk sebagian kecil gejala yang diamati atau tentang hal-hal yang khusus.Suatu generalisasi mencakup ciri-ciri umum yang menonjol, bukan rincian.Sebaliknya, suatu spesifikasi mencakup rincian, bukan ciri-ciri umum yang menonjol.
Contoh:
Gempa di aceh pada tanggal 26 Desember 2004 lalu yang berkekuatan 9 skala Righter itu menimbulkan korban jiwa yang terus berjatuhan hingga tanggal 31 Desember 2004 di Srilanka 28.508 orang, India 10.736 orang, Thailand 4.500 orang dan di Aceh 79.940 dan cenderung bertambah. Sekalipun belum ada angka pasti, korban menderita sakit berat dan cacat tubuh yang diakibatkan oleh gempa dan gelombang Tsunami yang sangat dahsyat itu di Aceh dapat diperkirakan cukup besar.Korban gempa di Aceh ini merupakan yang terbesar di dunia.
Bagian yang dicetak miring merupakan kesimpulan generalisasi. Generalisasi itu didukung dengan detail awal yang disusun secara logis menuju generalisasi.
Bukti-bukti atau rincian penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan.Paragraf yang mencantumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis.
Generalisasi yang mengemukakan fakta disebut generalisasi factual atau opini.Generalisasi factual lebih mudah diyakini oleh pembaca daripada generalisasi yang berupa pendapat atau penilaian (value judgement).Fakta mudah dibuktikan, mudah diuji kebenarannya, sedangkan opini sulit dibuktikan atau diuji.
Generalisasi dapat berupa pokok pembicaraan, seperti sejarah, geografi, sastra/seni, teknologi, bangsa, negara, dan sebagainya.Dalam paragraf, generalisasi itu dapat diletakkan pada bagian awal atau akhir.
2.4.2 Klasifikasi
Klasifikasi adalah pengelompokkan fakta berdasarkan atas ciri atau kriteria tertentu. Klasifikasi ada dua jenis, yaitu klasifikasi sederhana yang hanya mengelompokkan objek menjadi dua kelompok, misalnya: manusia terdiri dari dua jenis yaitu pria dan wanita, kemudian klasifikasi kompleks yang mengelompokkan objek menjadi tiga kelompok atau lebih, misalnya: tahap-tahap pada manusia dapat dikelompokkan kedalam beberapa kelompok, yaitu masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa.
Contoh:
·         Kelompok mahasiswa dengan IPK 4,
·         Kelompok mahasiswa dengan IPK 3,
·         Kelompok mahasiswa dengan IPK 2,
·         Kelompok mahasiswa dengan IPK 1,
·         Kelompok mahasiswa dengan IPK lebih kecil dari 1.
Dalam pengembangan karangan, klasifikasi merupakan sejenis generalisasi.Fakta yang banyak dikelompokkan menurut persamaan/perbedaan yang ada.Sehingga, sekurang-kurangnya sudah dikemukakan dua macam generalisasi yaitu generalisasi biasa dan generalisasi klasifikasi.

Contoh:
Ø  Semua mahasiswa mampu berpikir logis dan mandiri. (generalisasi biasa)
Ø  Bahasa-bahasa di Madagaskar, Formosa, Filipina, dan Indonesia termasuk rumpun Bahasa Austronesia. (generalisasi klasifikasi)
Untuk menulis klasifikasi diperlukan kata-kata atau ungkapan berikut:
jenis, tipe,                                :           dengan mudah dapat dikelompokkan,
cara, sumber,                           :           dengan jelas dapat dibedakan,
bagian, aspek, dipandang,       :           ditinjau dari,
kategori, ciri-ciri,                     :           menurut, dapat dibagi,
kelas, dengan mengingat,        :           golongan, sesuai dengan.
Contoh:
Jenis transportasi modern yang digerakkan dengan mesin dapat diklasifikasi menjadi: transportasi udara, darat, dan laut. Pertama, transportasi udara terdiri dua jenis, yaitu: pesawat terbang sipil dan pesawat terbang militer. Kedua, transportasi darat terdiri dari kereta api, mobil, dan sepeda motor; masing-masing dapat digunakan untuk keperluan militer maupun sipil. Selain itu, masing-masing terdiri beberapa jenis berdasarkan daya angkut, kecepatan melaju, atau kapasitas penumpang.Ketiga, transportasi laut menggunakan kapal.Kapal ini dapat diklasifikasi berdasarkan besar-kecilnya, daya jelajahnya, fungsinya, dan sebagainya.
2.4.3 Perbandingan dan Pertentangan
Perbandingan dan pertentangan merupakan dua hal yang berbeda tetapi erat hubungannya.Perbandingan membahas kesamaan dan kemiripan sedangkan pertentangan membahas perbedaan dan ketidaksamaan.
Kata-kata/ungkapan yang dipergunakan untuk menyatakan perbandingan dan pertentangan adalah:
Untuk membandingkan
Untuk mempertentangkan
sama dengan
berbeda dengan
seperti
bertentangan dengan
seperti halnya
berlawanan dengan
menyerupai
…sedangkan…
hampir sama dengan
sebaliknya
selaras dengan
dipihak lain
sesuai dengan
kurang dari
tepat sama dengan
tidak sama dengan
demikian juga
akan tetapi
sama saja
halnya dengan
serupa dengan
meskipun
sejalan dengan
lain halnya dengan

2.4.4 Sebab dan Akibat
Suatu peristiwa dapat menyebabkan serangkaian akibat sehingga timbullah serangkaian sebab-akibat.Dalam proses sebab-akibat, sebab dan akibat kerap kali tidak jelas, mana sebab dan yang mana akibat.
Sebab-akibat dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
(a)    Satu sebab – satu akibat.
(b)   Sebab – akibat berkelanjutan membentuk lingkaran.
(c)    Satu sebab – banyak akibat.
(d)   Banyak sebab – satu akibat.
(e)    Sebab – akibat berkelanjutan menuju situasi memburuk.
(f)    Sebab – akibat berkelanjutan menuju situasi memburuk.
Proses mengarang dengan penalaran sebab-akibat: (1) menentukan topik, (2) menentukan pola, (3) menentukan sebab, (4) mulai menulis dengan kalimat topik yang menjadi sebab, (5) menjelaskan sebab-sebab tersebut, mengapa sebab-sebab itu terjadi, (6) menyebutkan/menjelaskan akibat yang ditimbulkan.
Kata/ungkapan yang lazim digunakan:
Oleh sebab itu.            :           Dengan pertimbangan bahwa
Oleh karena itu,           :           dengan alasan itu,
Akibatnya,                  :           dengan alasan itu
Alhasil, jadi,                :           pengalaman membuktikan bahwa
Sebab,                         :           karena,
2.4.5 Analogi
Menurut Widjono (2012: 295), “Analogi adalah suatu bentuk kias persamaan atau perbandingan dua atau lebih objek yang berlainan”. Analogi dapat dibagi berdasarkan pengungkapan secara garis besar dan berdasarkan pengungkapan isi.
2.4.5.1  Analogi Secara Garis Besar
A.    Analogi sederhana
·         Mudah dipahami karena mencari persamaan dua objek yang tidak menuntut penjelasan fakta secara mendalam dan sudah lazim diketahui.
·         Mencari persamaan dua objek berdasarkan salah satu dari objek tersebut yang sudah diketahui.
·         Contoh: Gadis itu bagaikan ratu di sekolah kami.
B.     Analogi yang berupa kiasan
·         Sulit dipahami karena bersifat subjektif dan berdasarkan situasi pembicaraan yang sedang berlangsung.
·         Mencari persamaan dengan menggunakan ungkapan atau kiasan.
·         Contoh: Daya pikir mahasiswa itu tajam. Kata tajam tidak dapat diukur secara objektif (empirik)
2.4.5.2  Analogi Berdasarkan Pengungkapan Isi
A.    Analogi deklaratif
·         Menjelaskan suatu objek yang belum dikenal berdasarkan persamaannya dengan objek yang sudah dikenal.
·         Tidak menghasilkan simpulan.
·         Tidak memberikan pengetahuan baru.
Kata-kata yang digunakan dalam analogi deklaratif, ialah:
·         Bagaikan, laksana, seperti, bagai
·         Se…(kata keadaan, misalnya “seindah”).
Contoh 1:
Harus diakui bahwa Miss Minchin sendiri tersentak kaget.Ini ternyata lebih buruk daripada seorang paman bujangan eksentrik yang berpakaian seperti penyanyi 90-an, yang mungkin marah-marah dan tersinggung setelah mengetahui perlakuan yang diterima keponakan perempuannya.
Contoh 2:
Guy Clarence mengira mata Sara terlihat seperti kucing kelaparan karena Sara sudah lama tidak punya apa pun untuk dimakan. Ia tidak tahu bahwa Sara memperhatikannya karena lapar akan suasana rumahnya yang hangat dan riang, yang terpancar dari wajah kemerah-merahannya Guy Clarence.
B.     Analogi induktif
·         Menjelaskan suatu objek yang dapat memberikan pengetahuan baru, berdasarkan persamaan ciri utama (esensial) dengan objek yang sudah dikenal.
·         Menghasilkan suatu kesimpulan induktif yang khusus tetapi bukanlah generalisasi, seperti: pengetahuan baru, tindakan baru, dan sebagainya.
·         Kesimpulan dapat dijadikan dasar pengetahuan bagi objek lain, berdasarkan persamaan ciri.
·         Proses menggunakan kesamaan sifat objek pertama yang sudah dikenal ciri-cirinya untuk menerangkan ciri-ciri objek kedua, dan menyimpulkannya secara induktif.
·         Kata-kata yang sering digunakan: maka, dengan demikian, dengan begitu.

2.4.6        Ramalan dan Perkiraan
Ramalan adalah semacam inferensi yang berisi pernyataan tentang sesuatu yang terjadi pada waktu yang akan datang. Berdasarkan proses dan landasan berpikir, ramalan dibedakan atas ramalan tidak ilmiah dan ramalan ilmiah.
Ramalan tidak ilmiah adalah ramalan yang diperoleh melalui prosedur yang tidak ilmiah, misalnya sesuatu yang bersifat gaib. Ramalan ilmiah (perkiraan) disusun berdasarkan hasil penalaran ilmiah: pengujian, perhitungan atas fakta.
Perkiraan yang dibuat selalu menuntut pengamatan terhadap fakta.Jadi, dasarnya adalah fakta. Perbedaan kata-kata yang lazim digunakan dalam perkiraan:
Memperkirakan/diperkirakan              :           anggapan
Ditaksir                                               :           dapat diproyeksikan
Sangat mungkin                                  :           mungkin
Boleh jadi                                            :           diduga akan
Contoh:
Sumitro Djojohadikusumo (1997) menyatakan bahwa dengan memperhitungkan penurunan kesuburan sebesar 23% penduduk Indonesia ditaksir akan berjumlah sekita 250 juta pada tahun 2000 nanti. Perkiraan tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.Jumlah penduduk 2004 ini baru berjumlah lebih-kurang 206 juta.Perkiraan penurunan kesuburan tersebut diduga lebih besar dari perkiraan 23% pada 1997.
2.5            Simpulan
Data yang dianalisis dan dievaluasi menghasilkan fakta. Fakta hasil analisis dapat diinterpretasikan menjadi suatu simpulan yang dapat berupa:
a.      Implikasi
Implikasi simpulan yang bersifat melibat data.Maksudnya implikasi ini adalah sebuah dampak dari suatu kejadian. Misalnya: “Sore hari ini tidak hujan”. Kesimpulan ini diambil berdasarkan fakta yang masih terlihat pada saat simpulan dibuat.Jadi, implikasinya adalah “Kita tidak perlu memakai payung”.
b.      Inferensi
Inferensi adalah kutipan tidak langsung yang merujuk pada satu buku tetapi boleh menambahkan argumen kita ke dalam simpulan tersebut.Inferensi diambil berdasarkan analisis yang bersumber pada referensi atau rujukan yang datanya tidak dapat diamati secara langsung dan tidak terkait langsung dengan kalimat simpulan. Misalnya: Majapahit di kerajaan Jawa Timur mengalami kejayaan pada masa kekuasaan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Simpulan di atas data ini didasarkan pada tanda-tanda atau sisa-sisa yang masih dapat diamati sebagai argumentasi (pembuktian) – tidak secara langsung.
c.       Tindakan
Tindakan adalah simpulan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari suatu kajian.Misalnya, setelah dilakukan studi yang mendalam, sebuah perusahaan hampir bangkrut karena mesin (teknologi) yang digunakan sudah usang. Alternatif solusi: menjual perusahaan dengan harga murah atau meminjam uang di bank untuk peremejaan mesin produksi. Maka simpulan yang diambil berupa tindakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Aspek penalaran sangat diperhatikan dalam setiap penulisan karangan ataupun jenis tulisan lainnya karena itu, seorang penulis harus mengenal  kriteria dan mengetahui prinsip-prinsip proses penaksiran fakta dan kebenaran penarikan kesimpulan yang sah dalam tulisanyang dibacanya.
            Dari berbagai penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penalaran terbagi menjadi 2, yaitu: penalaran deduktif dan penalaran induktif. Di dalam penalaran juga ada proposisi dan term.
3.2 Saran
            Setelah membaca makalah mengenai penalaran ini diharapkan para pembaca agar dapat memahami bagaimana cara menalar yang baik menurut tata Bahasa Indonesia. Selain itu diharapkan pembaca dapat  menerapkan ilmu yang didapat dalam makalah ini dalam penulisan karya ilmiah ataupun sejenisnya.








DAFTAR PUSTAKA
Hs, Widjono. 2012. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. GRASINDO.
Arifin, E. Zaenal dan Tasai, S. Amran. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: AKADEMIKA PRESSINDO.


[1] Widjono Hs, Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi Edisi Revisi kedua, (Jakarta: PT Grasindo, 2012), h. 272.
[2] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2009), h. 139.
[3]Ibid., h. 139.
[4] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, op.cit., h. 140.
[5]Ibid., h. 140.
[6]Ibid., h. 142.
[7] Widjono Hs, op.cit., h. 276
[8] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, op.cit., h. 148.
[9]Ibid., h. 152.
[10] Widjono Hs, op.cit., h. 274.
[11]Ibid., h. 274.
[12] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, op.cit., h. 152.
[13]Ibid., h.153.
[14] Widjono Hs, op.cit., h. 274.
[15] E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, op.cit., h. 153.
[16] Widjono, op.cit., h. 286.