Dalam setiap proses pengajaran kondisi yang menguntungkan bagi peserta
didik harus direncanakan dan diusahakan oleh guru secara sengaja agar dapat
terhindar dari kondisi yang merugikan, dan kembali kepada kondisi yang optimal
apabila terjadi hal-hal yang merusak yang disebabkan oleh tingkah laku peserta
didik di dalam kelas.
Usaha guru dalam menciptakan kondisi yang diharapkan akan efektif
apabila: pertama, diketahui secara tepat faktor-faktor yang dapat menunjang
terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar, kedua,
dikenal dengan masalah-masalah yang diperkirakan dan biasanya timbul dan dapat
merusak iklim belajar mengajar, ketiga, dikuasinya berbagai pendekatan dalam
pengelolaan kelas dan diketahui pula kapan dan untuk masalah mana suatu
pendekatan digunakan.
Perlu kita sadari bekerja dalam dunia pendidikan, khususnya dalam
kegiatan pengelolaan kelas, tidak bisa bertindak seperti seorang juru masak
dengan buku resep makanan. Suatu masalah yang timbul mungkin dapat berhasil
diatasi dengan cara tertentu pada saat tertentu dan untuk seseorang atau
sekelompok peserta didik tertentu. Akan tetapi cara tersebut tidak dapat
dipergunakan untuk mengatasi masalah yang sama, pada waktu yang berbeda,
terhadap seseorang atau sekelompok atau peserta didik yang lain. Oleh karena
itu keterampilan guru untuk dapat membaca situasi kelas sangat penting agar
yang dilakukan tepat guna.
Dengan mengkaji konsep dasar
pengelolaan kelas, mempelajari berbagai pendekatan pengelolaan dan mencobanya
dalam berbagai situasi kemudian dianalisis, akibatnya secara sistematis
diharapkan agar setiap guru akan dapat mengelola proses belajar mengajar lebih
baik. Kondisi yang menguntungkan di dalam kelas merupakan prasyarat utama bagi
terjadinya proses belajar mengajar yang efektif.
1.
Apa perbedaan antara pengelolaan kelas dengan
pengelolaan pengajaran?
2.
Apa masalah pengelolaan kelas?
3.
Bagaimana usaha preventif masalah pengelolaan
kelas?
4.
Apa saja adminstrasi teknik dalam pengelolaan
kelas?
5.
Apa saja pendekatan dalam pengelolaan kelas?
6.
Apa hambatan dalam pengelolaan kelas?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui perbedaan antara pengelolaan kelas
dengan pengelolaan pengajaran.
2.
Mengetahui masalah pengelolaan kelas.
3.
Mengetahui usaha preventif masalah pengelolaan
kelas.
4.
Mengetahui adminstrasi teknik dalam pengelolaan
kelas.
5.
Mengetahui pendekatan dalam pengelolaan kelas.
6.
Mengetahui hambatan dalam pengelolaan kelas.
A.
Antara Pengelolaan Kelas dan Pengelolaan Pengajaran
Pengelolaan kelas dan pengelolaan pengajaran adalah dua kegiatan yang
sangat erat hubungannya, namun dapat dan harus dibedakan satu sama lain karena
tujuannya berbeda. Pengelolaan pengajaran
(instruction) mencakup kegiatan kegiatan yang secara langsung
dimaksudkan untuk mencapai tujuan tujuan khusus pengajaran. Sedangkan pengelolaan kelas menunjukkan
kepada kegiatan kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang
optimal bagi terjadinya proses belajar. Dengan kata lain, didalam proses
belajar mengajar di sekolah dapat dibedakan adanya dua kelompok masalah, yaitu
masalah pengajaran dan masalah pengelolaan kelas.
Masalah pengelolaan yang harus ditanggulangi dengan tindakan kokrektif
pengelolaan, sedangkan masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan tindakan
kokretif instruksional (kegiatan menjadi lebih menarik).
B.
Masalah Pengelolaan Kelas
Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu
masalah individual dan masalah kelompok. Meskipun seringkali perbedaan antara
dua kelompok itu hanya merupakan perbedaan tekanan saja. Tindakan pengelolaan
kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasikan dengan
tempat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat
memilih strategi penanggulangan yang tepat pula.
Menurut (Rudolf dreikurs dan
pearl cassel dalam Ahmad Rohani, 2010: 145) membedakan empat kelompok masalah
pengelolaan kelas individual yang didasarkan asumsi bahwa semua tindakan laku
individual merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima
kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Bila kebutuhan-kebutuhan ini
tidak lagi dapat terpenuhi cara-cara yang lumrah dapat diterima masyarakat
dalam hal ini masyarakat kelas, maka individu yang bersangkutan akan berusaha
mencapainya dengan cara-cara lain. Dengan kata lain ia akan berbuat “tidak
baik”. Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang asosial
inilah oleh pasangan penulis diatas digolongkan sebagai berikut:
1.
Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian
orang lain (attention getting behaviors). Misalnya aktif dalam kelas ,
atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapatkan pertolongan ekstra
(pasif).
2.
Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power
sseeking behaviors). Misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali
emosional – marah, menangis (aktif), atau selalu”lupa” pada aturan-aturan
penting dikelas.
3.
Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain
(revenge seeking behaviors), misalnya menyakiti orang lain seperti
mengatai, memukul, menggigit, dan sebagainya(kelompok ini tampaknya kebanyakan
dalam bentuk aktif/pasif).
4.
Peragaan ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama
sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya
kegagalan yang menjadi bagiannya.
Menurut (Dreikurs dan Cassel
dalam Ahmad Rohani, 2010: 146) menyarankan sebagai berikut : apabila seorang
guru merasa terganggu oleh perbuatan seorang peserta didik, maka kemungkinan
peserta didik yang bersangkutan pada tahap attention getting : bila guru
merasa dikalahkan atau terancam maka kemungkinan peserta didik yang
bersangkutan ada pada tahap power seeking : bila guru merasa tersinggung
atau terluka hati, maka kemungkinan pelakunya ada pada tahap revengeve
seeking: dan akhirnya, bila guru meraasa benar-benar tidak mampu berbuat
apa-apa lagi dalam menghadapi ulah peserta didik, maka kemungkinan yang
dihadapinya adalah perasaan ketidakmampuan.
Menurut (Lois V. Jhonson dan Mary A. Bany dalam Ahmad Rohani, 2010: 146)
mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas.
Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis
kelamin, suku, dan tingkatan sosio-ekonomi, dan sebagainya.
2.
Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang
anggotanya. Misalnya mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara
menyanyi dengan suara sumbang.
3.
“Membesarkan” hati anggota kelas yang justru
melanggar norma kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut kelas.
4.
Kelompok cenderung mudah dialihkan peerhatiannya
dari tugas yang tengah digarap.
5.
Semangat kerja rendah. Misalnya semacam aksi
protes karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil.
6.
Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan baru. Misalnya gangguan jadwal atau guru kelas terpaksa diganti
sementara oleh guru lain, dan sebagainya.
C.
Usaha Preventif Masalah Pengelolaan Kelas
(Ahmad Rohani, 2010: 147) Tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang
dilakukan oleh guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses
belajar mengajar berlangsung efektif. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan
pencegahan dan dapat berupa tindakan korektif.
1. Kondisi dan Situasi Belajar
Mengajar
a. Kondisi Fisik
Lingkunngan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal
mendukung meningkatnya intensitas proses perbuatan belajar dan peserta didik
dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
Lingkungan fisik yang dimaksud yaitu:
1. Ruangan Tempat Berlangsungnya
Proses Belajar Mengajar
Ruangan tempat belajar harus
memungkinkan semua bergerak leluasa tidak berdesak-desakan dan slaing
mengganggu antara peserta didik yang satu dengan yang lain pada saat melakukan
katifitas belajar. Besarnya ruangan kelas sangat tergantung pada berbagai hal
yaitu :
·
jenis kegiatan, apakah kegiatan pertemuan tatap
muka dalam kelas ataukah kerja diruangan praktikum.
·
Jumlah peserta didik yang melakukan
kegiatan-kegiatan bersama secara klasikal yang akan berbeda dengan kegiatan
dalam kelompok kecil.
2.
Pengaturan Tempat Duduk
Dalam mengatur tempat duduk
yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dimana dengan demikian
guru sekaligus dapat mengontrol tingkah laku peserta didik. Beberapa pengaturan
tempat duduk diantaranya:
·
Berbaris berjajar
·
Pengelompokkan yang terdiri atas 8-10 orang
·
Setengah lingkaran seperti dalam teater, dimana
disamping guru bisa langsung bertatap muka dengan peserta didik juga mudah
bergerak untuk segera memberi bantuan
peserta didik.
·
Individual yang biasanya terlihat diruang baca,
diperpustakaan, atau ruang praktik laboraturium.
·
Adanya dan tersedianya ruangan yang sifatnya bebas
dikelas disamping bangku tempat duduk yang diatur.
3.
Ventilasi dan Pengaturan Cahaya
Ventilasi harus cukup menjamin
kesehatan peserta didik. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan panas
cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik sehingga semua
peserta didik dalam kelas dapat menghirup udara segar yang cukup mengandung
oksigen, peserta didik harus dapat melihat tulisan dengan jelas, tulisan di
papan, pada bulletin board, buku bacaan dan sebagainya. Kapur yang
digunakan sebaiknya kapur yang bebas dari abu dan selalu bersih.
4.
Pengaturan Penyimpanan Barang-Barang
Barang-barang hendaknya
disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan
dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar. Cara pengambilan barang dari
tempat khusus, penyimpanan dan sebagainya hendaknya diatur sedemikian rupa
sehingga barang-barang tersebut dapat segera dapat dipergunakan.
b.
Kondisi Sosio-Emosional
Suasana sosio-emosional dalam
kelas akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar
mengajar, kegairahan peserta didik merupakan efektivitas tercapainya tujuan
pengajaran.
1.
Tipe Kepemimpinan
Peranan guru, tipe kepemimpinan
guru, atau administrator akan mewarnai suasana emosional didalam kelas. Tipe
kepemimpinan lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap peserta didik
yang submissive atau apatis. Tapi dipihak lain juga akan menumbuhkan
sikap yang agresif.
Kedua sikap peserta didik
tersebut merupakan sumber problem pengelolaan, baik individual maupun kelompok.
Dengan tipe kepemimpinan otoriter peserta didik hanya akan aktif kalau ada guru
dan kalau guru tidak mengawasi maka semua aktifitas akan menjadi menurun.
Tipe kepemimpinan yang
cenderung pada laissez-faire biasanya tidak produktif walaupun ada
pemimpin. Tipe ini biasanya lebih cocok bagi peserta didik yang innerdirected dimana peserta didik aktif, penuh kemauan,
berinisiatif, dan tidak selalu menunggu pengarahan.
Tipe kepemimpinan guru yang
lebih menenkankan kepada sikap demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap
persahabatan guru dan peserta didik dengan dasar saling memahami dan saling
mempercayai.
2.
Sikap Guru
Sikap guru dalam menghadapi
peserta didik yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap
bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku peserta didik akan dapat
diperbaiki. Terimalah peserta didik dengan hangat kalau ia insaf akan
kesalahannya. Berlakulah adil dalam bertindak dan menciptakn suatu kondisi yang
menyebabkan peserta didik sadar akan kesalahannya dan ada dorongan untuk
memperbaiki kesalahannya.
3.
Suara Guru
Suara yang melengking tinggi
atau akan senantiasa tinggi atau demekian rendah sehingga tidak terdengar oleh
peserta didik secara jelas dari jarak yang agak jauhakan membosankan dan
pelajaran tidak akan diperhatikan. Suasana semacam ini mengundang tingkah laku
yang tidak diinginkan.
Suaru yang relatif rendah
tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh kedengarannya rileks akan
mendorong peserta didik untuk lebih berani mengajukan pertanyaan, mencoba
sendiri, melakukan percobaan yang terarah dan sebagainya. Tekanan suara hendaknya
bervariasi sehingga tidak membosankan.
4.
Pembinaaan Raport
Dengan hubungan baik guru
peserta didik diharapkan senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat,
bersikap optimistik, serta realistik dalam kegiatan belajar yang sedang
dilakukannya.
c.
Kondisi Organisasional
1.
Penggantian pelajaran atau
kuliah
Untuk pelajaran-pelajaran
tertentu seperti bekerja di laboratorium, olahraga, kesenian, menggambar, dan
sebagainya, peserta didik diharuskan pindah ruangan. Hal rutin seperti ini
hendaknya diatur secara tertib. Misalnya, ada tenggang waktu, dipimpin oleh
ketua, ruangan-ruangan diberi tanda dengan jelas, peserta didik berkewajiban
untuk membereskan ruangan dan alat perlengkapan yang telah dipakai.
2.
Guru yang berhalangan hadir
Jika suatu saat seorang guru
berhalangan hadir karena satu atau lain hal maka peserta didik sudah tau cara
mengatasinya. Misalnya para peserta didik disuruh tetap berada dalam kelas
dengan tenang untuk menunggu guru yang bersangkutan selama 10 menit, bila setelah
10 menit guru yang mendapat giliran juga belum datang, ketua diwajibkan lapor
pada guru piket dan guru piketlah yang akan mengambil inisiatif untuk mengatasi
kekosongan guru tersebut.
3.
Masalah antar peserta didik
Jika terjadi masalah antar
peserta didik yang tidak dapat diselesaikan antar mereka, ketua dapat melapor
kepada wali kelas. Jika belum tuntas diselesaikan ketua bersama wali kelas
dapat menghadap pimpinan institusi untuk mendapatkan petunjuk kebijakan dalam
mengatasi masalah tersebut.
4.
Upacara bendera
Dalam upacara bendera harus
sudah ditetapkan giliran yang memimpin upacara, baik dari pihak guru maupun
dari pihak peserta.
5.
Kegiatan lainnya
2.
Disiplin Dan Tata Tertib
a.
Pengertian Disiplin
Dalam arti luas disiplin mencakup setiap macam pengaruh yang ditunjukkan
untuk membantu peserta didik agar dia dapat memahami dan menyesuaikan diri
dengan tuntutan lingkungannya dan juga penting tentang cara menyelesaikan
tuntutan yang mungkin ingin ditunjukkan oleh peserta didik terhadap
lingkungannya.
Suatu keuntungan dari adanya disiplin adalah peserta didik belajar hidup
dengan kebiasaan yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan
lingkungannya.
b.
Sumber-Sumber Pelanggaran Disiplin
Menurut (Maslow dalam Ahmad Rohani, 2010: 156) mengemukakan teori
“hierarki kebutuhan manusia” yang dapat digambarkan dalam bentuk piramida
kebutuhan manusia
Beauty and Self actualization
|
Knowledge and under standing
|
Keterangan:
·
kebutuhan fisik manusia merupakan kebutuhan dasar bagi
kelangsungan hidupnya seperti makan, minum, perlindungan fisik, seks, dan
sebagainya.
·
Kebutuhan akan terasa aman bagi fisik, dan perasaan
keamanan terhadap masa depan yang dihadapinya.
·
Kebutuhan akan cinta kasih, mencintai orang lain dan
dicintai orang lain, penerimaan, pembenaran, dan cinta kasih orang lain pada dirinya.
·
Kebutuhan akan penghargaan dan untuk dikenal orang lain,
merasa berguna bagi orang lain, mempunyai pengaruh terhadap orang lain, dan
sebagainya.
·
Kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman, terhadap
berbagai hal agar individu dapat mengambil berbagai keputusan yang bijaksana
dalam menghadapi dunia secara efektif.
·
Kebutuhan akan keindahan dan aktualisasi diri yang
merupakan kebutuhan untuk berpengalaman mengaktualisasi dirinya dalam dunia
nyata secara langsung agar dari pengalamannya akan lebih kreatif toleran dan
spontan.
Pelanggaran disiplin di sekolah pada lingkungan sekolah itu sendiri.
Misalnya:
1. Tipe kepemimpinan guru atau kepala sekolah
yang otoriter senantiasa mendiktekan kehendaknya tanpa memperhatikan kedaulatan
subjek didik akan mengakibatkan peserta didik jadi submisif, apatis, atau
sebaliknya agresif ingin berontak terhadap kekangan dan perlakuan tidak
manusiawi yang mereka terima.
2. Kelompok besar anggota dikurangi hak-haknya
sebagai peserta didik yang seharusnya turut menentukan rencana masa depannya
dibawah bimbingan guru.
3.
Tidak atau kurang memperhatikan kelompok minoritas baik yang ada diatas
atau dibawah rata-rata dalam berbagai aspek yang ada hubungannya dengan
kehidupan sekolah.
4. Kurang dilibatkan dan diikutsertakan dalam
tanggung jawab sekolah.
5. Latar belakang kehidupan dalam kehidupan
keluarga yang kurang diperhatikan dalam kehidupan sekolah.
6. Sekolah kurang mengadakan kerja sama dengan
orang tua, dan antara keduanya saling melepaskan tanggung jawab.
Sebab-sebab pelanggaran lainnya:
1.
Kebosanan dalam kelas
2.
Perasaan kecewa dan tertekan
3.
Tidak terpenuhinya kebutuhan akan perhatian, pengenalan
atau status.
c.
Penanggulanggan Pelanggaran Disiplin
1.
Pengendalian Peserta Didik
Pengenalan terhadap mereka dan latar
belakangnya merupakan usaha penanggulangan pelanggaran disiplin. Berbagai alat
yang bisa digunakan misalnya;
·
Interest-inventory, merupakan cara sederhana yang dapat dibuat guru. Alat ini merupakan
pertanyaan tentang bukuk apa yang senang kamu baca, hobby, favorit, apa yang
dikerjakan kalau punya waktu senggang, apa yang paling saya senangi, dan
sebagainya.
·
Sosiogram yang dibuat dengan maksud untuk melihat bagaimana persepsi mereka dalam
rangka hubungan sosial-psikologis dengan teman-temannya.
·
Fredback letter di mana peserta didik diminta untuk membuat
satu karangan atau satu surat tentang perasaan mereka terhadap sekolahnya.
2.
Melakukan Tindakan Korektif
Cara yang dapat dijadikan untuk pertimbangan
bagi guru:
a.
Lakukan Tindakan dan Bukan Ceramah
Cara berteriak atau memberikan ceramah tentang
kesalahan yang dibuat peserta didik pada saat itu akan membuat peserta didik
malah menjadi bimbang. Pesan-pesan nonverbal atau body language baik
berupa isyarat tangan, bahu, kepala, alis, dan sebagainya dapat membantu guru
dalam pengelolaan kelas.
b. Do Not Bargain
Bila terjadi pelanggaran yang dilakukann
seorang peserta didik dan melibatkan atau menyalahkan peserta didik lainnya
guru harus segera melakukan tindakan untuk menghentikan gangguan tersebut.
c. Gunakan “Kontrol”
Kerja
Kewajiban guru adalah mencoba menghindarkan
hal-hal dengan melakukan kontrol sosial. Misalnya dengan membuat ruangan
berbentuk tapal kuda sehingga guru dapat langsung berhadapan muka dengan para
peserta didik dan sekaligus dapat mengontrol tingkah laku mereka.
d. Nyatakan Peraturan
dan Konsekuensinya
Dalam kegiatan pengelolaan dibutuhkan suatu
kegiatan monitoring. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan peraturan mana
dan alternatif yanng mana secara empirik merupakan alat yang efektif dalam
mengatasi problema pengelolaan.
3.
Melakukan Tindakan Penyembuhan
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tindakan
penyembuhan, yaitu:
a.
Mengidentifikasi peserta didik yang mendapat kesulitan
untuk menerima dan mengikuti tata tertib.
b.
Membuat rencana yang diperkirakan paling tepat yang akan
ditempuh dalam mengadakan kontrak dengan peserta didik.
c.
Menetapkan waktu pertemuan dengan peserta didik.
d.
Jelaskan maksud pertemuan tersebut, dan jelaskan manfaat
yang diperoleh oleh peserta didik maupun sekolah.
e.
Tunjukkanlah kepada peserta didik bahwa guru pun bukan
orang yang sempurna.
f.
Guru berusaha untuk membawa peserta didik kepada
masalahnya.
g.
Guru bisa mengajak peserta didik untuk melaksanakan
diskusi.
h.
Pertemuan guru dan peserta didik harus sampai kepada
pemecahan masalah.
i.
Melakukan kegiatan tindak lanjut.
d.
Tertib ke Arah Siasat
Sikap guru yang demokratis merupakan kondisi
bagi terbinanya tertib ke arah siasat. Sikap ini akan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk ikut terlibat dalam menegakkan disiplin sekolah, ikut
tanggung jawab dan ikut mempertahankan aturan yang telah dipikirkan dan
ditetapkan bersama.
D. Administrasi
Teknik
1.
Absensi
Absensi peserta didik dan guru hendaknya
dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menggangu kegiatan belajar yang sedang
berlangsung.
2.
Ruang Bimbingan
Ruangan khusus yang dapatdipergunakan untuk
keperluan bimbingan peserta didik yang dilakukan oleh guru, wali kelas, atau
guru pembimbing di sekolah.
3.
Tempat Baca
Tempat baca untuk peserta didik yang dapat
dimanfaatkan pada waktu istirahat atau pada waktu luang.
4.
Tempat Sampah
Tempat sampah hendaknya tersedia pada tempat khusus sehingga peserta didik
terdorong untuk membiasakan diri hidup teratur.
5.
Catatan Pribadi
Catatan pribadi peserta didik mempunyai
peranan penting dalam hubungannya dengan pengelolaan baik dalam rangka
pencegahan maupun dalam rangka mengatasi tingkah lakuyang sudah terlanjur.
Dengan catatan pribadi guru akan mengenal peserta didik secara lebih lengkap.
E. Pendekatan
dalam Pengelolaan Kelas
Seorang guru harus mendalami kerangka acuan
pendekatan-pendekatan kelas. Artinya, seorang guru terlebih dahulu harus
menetapkan bahwa penggunaan suatu pendekatan memang cocok dengan hakikat
masalah yang ingin ditanggulangi. Ada beberapa pandangan yang memberi harapan,
baik dari penalarannya maupun berdasarkan informasi yang diperoleh melalui
penelitian-penelitian.
1. Behavior-Modification
Approach
Pendekatan ini bertolak dari psikologi behavioral yang
mengemukakan asumsi bahwa, (1) semua tingkah laku yang baik maupun yang kurang
baik merupakan hasil proses belajar, dan (2) ada sejumlah kecil proses
psikologi yang fundamental yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya
proses belajar yang dimaksud. Adapun proses psikologi yang dimaksud adalah
penguatan positif (positive reinforcement), hukuman, penghapusan (extinction),
dan penguatan negatif (negative reinforcement). Untuk membina tingkah
laku yang baik diberi penguatan positif. Sedangkan untuk mengurangi tingkah
laku yang tidak dikehendaki guru menggunakan hukuman.
Penguatan ini ada dua macam, yaitu penguatan primer yang menjadi penguat
tanpa dipelajari, seperti makanan, air, kehangatan badaniah, dan sebagainya,
dan penguatan sekunder yang menjadi penguat sebagai hasil proses belajar.
Penguat sekunder ini dinamakan penguatan sosial. Dari segi waktu pemberiannya
dapat dibedakan penguatan yang diberikan secara terus-menerus atau dapat pula
diberikan secara intermittent yaitu setelah jangka waktu tertentu.
2. Socio-Emitional
Climate Approach
Dengan berlandaskan psikologi klinis dan konseling,
pendekatan pengelolaan kelas ini mengasumsikan bahwa (1) proses belajar
mengajar yang efektif mempersyaratkan iklim sosio-emosional yang baik dalam
arti terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru-peserta didik dan
antara peserta didik, dan (2) guru menduduki posisi terpenting bagi
terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik.
Sejumlah ahli menganjurkan pendekatan ini. Carl A. Rogers
menekankan pentingnya guru bersikap tulus di hadapan peserta didik, menerima
dan menghargai peserta didik sebagai manusia, dan mengerti peserta didik dari
sudut pandang sendiri. Selanjutnya, Halm C. Ginott menganggap penting kemampuan
guru melakukan komunikasi yang efektif dengan peserta didik dalam arti
mengusahakan pemecahan masalah, giuru membicrakan situasi, dan bukan pribadi
pelaku pelanggaran, mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan.
William Glasser memusatkan perhatiannya pada pentingnya
guru membina rasa tanggung jawab sosial dan harga diri peserta didik. Glasser
menggap penting sekali dilakukan banyak pertemuan kelas yang membicarakan
pemecahan masalah kemasyarakatan, baik untuk masalah perorangan maupun masalah
kelompok.
Dan akhirnya, Rudolf Dreikurs menekankan pentingnya
suasana dalam kelas yang demokratis, dimana peserta didik diajarkan bertanggung
jawa, melalui kesempatan memikul tanggung jawab; diperlukan manusia yang dapat
secara bijaksana mengambil keputusan di samping diberi kesempatan menanggung
konsekuensi perbuatan sendiri. Yang terakhir ini memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk menghayati tata aturan masyarakat tanpa harus bentrok dengan
pribadi lain seperti yang terjadi bila dilakukan pemberian hukuman.
3. Group-Processess
Approach
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi sosial dan
dinamika kelompok yang asumsi pokoknya yaitu (1) pengalaman belajar sekolah
berlangsung dalam konteks kelompok sosial, dan (2) tugas guru yang terutama
dalam pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif
dan kohesif.
Menurut Richad A. Schmuck dan Patricia A. Schmuck
unsur-unsur pengelolaan kelas dalam rangka pendekatan group process
adalah (1) harapan timbal balik (mutual expectation) tingkah laku
guru-peserta didik dan antarpeserta didik sendiri; (2) kepemimpinan baik dari
guru maupun dari peserta didik yang mengarahkan kegiatan kelompok kearah
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan; (3) pola persahabatan (attraction)
antara anggota kelas; (4) norma, mempertahankan norma kelompok yang produkti;
(5) terjadinya komunikasi yang efektif; (6) cohesiveness, yakni perasaan
keterikatan masing-masing anggota kelompok.
Louis V. Jhonson dan Mary A. Bany menggolongkan kegiatan
pengelolaan kelas menjadi dua jenis,
yaitu facilitation yang mencakup
segala tindakan yang menciptakan iklim kerja yang produktif dan maintenance yang
meliputi semua tindakan yang bertujuan memelihara iklim kerja baik, yang telah
berhasil di peroleh. Kegiatan-kegiatan facilitation meliputi (1)
penciptaan cohesiveness; (2) penetapan tanda tingkah laku dan prosedur
kerja; (3) penggunaan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah.
Kegiatan-kegiatan maintenance meliputi (1)
pemeliharaan semangat kerja kelompok; (2) penanganan penyelesaian perselisihan
melalui diskusi; (3) analisis dan diagnosis iklim kelas secara terus menerus
dan pengambilan langkah-langkah korektif untuk menghindarkan timbulnya masalah
pengelolaan kelas.
Jacob Kounin mengemukakan tiga kelompok tingkah laku pengelolaan kelas yang
efektif, yaitu (1) withitness behaviors, yang mengomunikasikan kepada
peserta didik bahwa guru “hadir” pada semua kegiatan mereka; (2) overlapping
behaviors, yang menunjukkan kemampuan guru “hadir” dalam dua macam atau
lebih kegiatan yang berlangsung bersamaan; (3) group focus behaviors,
terutama dalam resitasi dimana guru melibatkan seluruh kelompok dalam kegiatan
dan menuntut kelompok bertanggung jawab terhadap penunaian tugas-tugasnya.
Kounin juga mengungkapkan tingkah laku pengelolaan kelas yang tidak efektif,
(1) desist behaviors yaitu tindakan menghentikan dengan segera tingkah
laku peserta didik yang mengganggu kelancaran kerja kelompok; (2)
kesalahan-kesalahan target; (3) kesalahan timing.
4. Eclectical
Approach
Ketiga pendekatan yang telah diuraikan adalah ibarat
sudut pandang yang berbeda terhadap objek yang sama. Oleh karena itu, seorang
guru Seyogianya menggunakan pendekatan elektik, (1) menguasai
pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas yang potensial, dalam hal ini
pendekatan tingkah laku. Penciptaan iklim sosio-emosional dan proses kelompok,
dan (2) dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur yang
sesuai dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas.
F. Hambatan Dalam
Pengelolaan Kelas
Sebelum membahas
faktor-faktor hambatan dalam pengelolaan kelas, ada kewenangan penanganan
masalah pengelolaan yang diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu:
1.
Masalah yang ada dalam wewenang guru
Seorang gurubidang studi yang sedang mengelola
proses belajar mengajar dituntut untuk dapat menciptakan, memperhatikan, dan
mengembalikan iklim belajar kepada kondisi belajar mengajar yang menguntungkan
kalau ada gangguan, sehingga peserta didik berkesempatan untuk dapat mengambil
manfaat yang optimal dan kegiatan belajar yang dilakukannya.
2.
Masalah yang ada dalam wewenang sekolah
Masalah-masalah yang ada di bawah wewenang
sekolah antara lain pembagian ruangan yang adil untuk setiap tingkat atau
jurusan, pengaturan upacara bendera pada setiap hari Senin dan bila pada hari
tersebut turun hujan lebat, menegur peserta didik yang selalu terlambat pada
saat apel bendera, mengingatkan peserta didik yang tidak mau memakai seragam
sekolah, menasehati peserta didik yang rambutnya gondrong, memberi peringatan
keras kepada peserta didik yang merokok di kelas atau sekolah dan suka minum-minuman
keras, sampai kepada mendamaikan peserta didik jika terjadi perselisihan
antarsekolah.
3.
Masalah-masalah yang ada di luar kekuasaan guru dan
sekolah
Masalah pengelolaan kalau terjadsi hal-hal
yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh para peserta didik pengelolaan
tersebut mungkin berupa minum-minuman keras di luar rumah, nonton film di luar
batas umur yang sudah ditentukan, bergerombol di jalan dan membuat keributan,
ngebut di jalan umum sehingga membahayakan pemakai jalan lainnya, perkelahian
antar sekolah, sampai kepada hal—hal yang digolongkan kenakalan akan tetapi
sudah masuk kejahatan seperti pencurian, penjambretan, penodongan, dan
pemerasan. Masalah ini berada di luar jangkauan guru dan sekolah. Untuk
mengatasinya dan penyembuhan selalu dilakukan baik oleh guru bidang studi, wali
kelas, ataupun sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Adapun faktor-faktor hambatan dalam pengelolaaan kelas, yaitu:
a. Faktor Guru
1.
Tipe Kepemimpinan Guru
Tipe kepemimpinan guru dalam mengelola proses
belajar mengajar yang otoriter dan kurang demokratis akan menumbuhkan sikap
pasif atau agresif pesereta didik.
2.
Format Belajar Mengajar yang Monoton
Format yang belajar seperti ini akan
menimbulkan kebosanan, frustasi, kecewa, dan hal ini merupakan pelanggaran
disiplin.
3.
Kepribadian Guru
Seorang guru dituntut untuk bersikap hangat,
adil, objektif, dan fleksibel.
4.
Pengetahuan Guru
Mendiskusikan masalah pengelolaan dan
pendekatan pengelolaan dengan teman sejawat akan membantu guru dalam
meningkatkan keterampilan dalam mengelola kelas.
5.
Pemahaman Guru Tentang Peserta Didik
Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami
tingkah laku peserta didik di sebabkan kurangnya usaha guru untuk memahami peserta didik
mungkin karena beban mengajar guru yang diluar batas kemampuan.
b. Faktor Peserta Didik
Peserta didik harus sadar bahwa kalau mereka mengganggu temannya yang
sedang belajar berarti tidak melaksakan kewajiban dan tidak menghormati hak
peserta didik lain.
c. Faktor Keluarga
Tingkah laku peserta didik didalam kelas merupakan pencerminan keadaan
keluarganya. Sikap otoriter orang tua akan tercemin dari tingkah laku peserta
didik yang agresif atau apatis.
d. Faktor Fasilitas
1.
Jumlah Peserta Didik dalam Kelas
Kelas yang jumlah peserta didiknya yang
mencapai rata-rata 50 sulit untuk dikelola.
2.
Besar Ruangan Kelas
Ruang kelas yang kecil dibandingkan dengan
jumlah peserta didik dan kebutuhan peserta didik untuk bergerak dalam kelas
merupakan hambatan lain bagi pengelolaan.
3.
Ketersediaan Alat
Jumlah buku yang kurang atau alat lain yang
tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang membutuhkannya akan menimbulkan
masalah pengelolaan kelas.
BAB III
Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu
masalah individual dan masalah kelompok. Masalah individual misalnya: (1)
tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian oranglain; (2) tingkah laku ingin
menunjukkan kekuatan; (3) tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain;(4)
peragaan ketidakmampuan. Sedangkan masalah kelompok misalnya (1) kelas kurang
kohesif; (2) kelas mereaksi negatif; (3) membesarkan hati anggota kelas; (4)
kelompok mudah dialihkan perhatiannya dari tugas; (5) semangat kerja rendah;
(6) kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
Dimensi pencegahan dapat merupakan tindakan guru dalam mengatur
lingkungan belajar, mengatur peralatan, dan lingkungan sosio-emosional.
Administarsi teknik mempengaruhi pengelolaan proses belajar mengajar, yaitu
absensi, ruang bimbingan, tempat baca, tempat sampah, dan catatan pribadi.
Pendekatan dalam pengelolaan kelas dibagi menjadi 4, yaitu
behavior-modification approach, sosio-emotional climate approach, group
processess approach, dan eclectica approach. Hambatan dalam pengelolaan kelas
disebabkan karena beberapa faktor, yaitu faktor guru, faktor peserta didik,
faktor keluarga, dan faktor fasilitas.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam
menyajikan makalah. Namun penulis sadari dalam makalah ini masih terdapat
kekurangan yang perlu untuk diperbaiki lagi. Untuk itu penulis mengharap saran
dan kritik yang membangun agar dijadikan dasar dalam menyempurnakan makalah
ini. Atas saran dan kritik yang disampaikan diucapkan terimakasih. Semoga
makalah yang disajikan dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Rohani, Ahmad. 2010.
Pengelolaan Pengajaran: Sebuah Pengantar
Menuju Guru Profesional. Jakarta:
PT Rineka Cipta.