Minggu, 25 Maret 2018

PRINSIP-PRINSIP PENGAJARAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LatarBelakang
Pembelajaranadalahsuatuaktivitasatausuatu proses mebgajardanbelajar. Aktivitasinimerupakan proses komunikasiduaarah, antarapihak guru danpesertadidik. Undangundang no 20 tahun 2003 tentang system pendidikannasionalmenyatakan: “Pembelajaranadalah proses interaksipesertadidikdenganpendidikdansumberbelajarpadasuatulingkunganbelajar”.
Setiap teori belajar  mempunyai prinsip – prinsip belajar - mengajar sendiri, yang mungkin menggunakan teori yang  sama atau berbeda dengan teori yang lain. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar – mengajar di kelas, guru umumnya tidak meggunakan satu pendekatan ataupun metode mengajar, tetapi menggunakan beberapa metode, tetapi menggunakan beberapa metode.
            Ada beberapa prinsip pengajaran yang secara relatif digunakan secara umum di antaranya adalah prinsip : Aktifitas, motivasi, individualitas, lingkungan, konsentrasi, kebebasan, peragaan, kerjasama dan persaingan, apersepsi, korelasi, efiesiensi dan efektivitas, globalisasi, permainan dan hiburan.

1.2    RumusanMasalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas, yaitu:
a.    Apaitu pengajaran?
b.     Apa saja prinsip-prinsip pengajaran?
1.3  TujuanPenulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
a.    Agar kita mengetahui apa itu pengajaran.
b.    Agar kita mengetahui apa saja prinsip-prinsip pengajaran.



1.4  MetodePenulisan
Penulisanmakalahinimenggunakanmetodeperpustakaan.
1.5  SistematikaPenulisan
Sistematikapenulisanmakalahiniadalah:
1.        Pengertianpengajaran
2.        Prinsip-prinsip pengajaran
a.    Prinsip aktivitas
b.    Prinsip motivasi
c.    Prinsip individualitas
d.   Prinsip lingkungan
e.    Prinsip konsentrasi
f.     Prinsip kebebasan
g.    Prinsip peragaan
h.    Prinsip kerjasama dan persaingan
i.      Prinsip apersepsi
j.      Prinsip korelasi
k.    Prinsip efisiensi dan efektivitas
l.      Prinsip globalisasi
m.  Permainan dan hiburan






                                                   

BAB II
PEMBAHASAN

2.1Pengertian Pengajaran
            Pengajaran bermaksud tempoh waktu berstruktur di mana pembelajaran dirancang terjadi. Ia melibatkan seorang atau lebih pelajar diajar oleh seorang guru.Pengajaran juga bermaksud sesuatu yang dapat diambil sebagai iktibar, hikmah, atau pengajaran berguna.
            Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu : aktivitas mengajar dan aktivitas belajar.Aktivitas mengajar menyangkut peran seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi indikator suatu aktivitas/ proses pengajaran itu akan berjalan dengan baik.
Pengajaran menuntut keaktifan kedua pihak yaitu pendidik, dan peserta didik. Pendidik sebagai yang mengendalikan, memimpin, dan mengarahkan events pengajaran (guru sebagai subjek/ pelaku peranan pertama yang memiliki tugas, tanggung jawab, dan inisiatif pengajaran). Peserta didik sebagai yang terlibat langsung, sehingga dituntut keaktifanya dalam proses pengajaran.
Pengajaran yang hanya ditandai oleh keaktifan guru sedangkan peserta didik hanya pasif, pada hakikatnya disebut mengajar. Demikian juga bila pengajaran, dimana peserta didik yang aktif tanpa melibatkan guru untuk mengelolah secara baik dan terarah, maka disebut belajar.
Prinsip-prinsip pengajaran sangat berkaitan dengan segala komponen pengajaran (menyangkut bagaimana peranan guru dalam pengajaran, apa, mengapa, dan bagaimana supaya peserta didk dapat terlibat aktif dalam pengajaran.



2.2  Prinsip-prinsip Pengajaran
            Prinsip-prinsip pengajaran, yaitu:
a.    Prinsip aktivitas
Thomas M. Risk dalam bukunya Principle and Practices of Theaching (1958) halaman 7 mengemukakan tentang belajar mengajar bahwa “Teaching is the guidance of learning experiences” (mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar). Pengalaman itu diperoleh jika peserta didik itu dengan keaktifannya sendiri bereaksi terhadap lingkunanya. Dengan demikian, belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik fisik maupun psikis.
Sedangkan Paul B. Diedrich dalam penyelidikanya menyimpulkan terdapat 177 macam kegiatan peserta didik yang meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas jiwa, antara lain sebagai berikut :
1.     Visual activities, membaca, memperhatikan : gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.
2.     Oral activities, menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, diskusi, interupsi, dan sebagainya.
3.      Listening activities, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik pidato, dan sebagainya
4.     Writing activities, menulis : cerita, karangan, laporan, teks, menyalin, dan sebagainya
5.     Drawing activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola, dan sebagainya.
6.     Motor activities, melakukan percobaan, model, mereparasi, berkebun, bermaian, dan sebagainya
7.     Mental activities, menganggap, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, mlihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.
8.     Emotional activities, meneruh minat, merasa, gembira, berani, tenang, dan sebagainya.
Prinsip aktivitas yang diuraikan di atas didasarkan pada pandangan psikologi bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan (mendengar, melihat, dan sebagainya).
b.    Prinsip Motivasi
Walker (1967) dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning mengatakan : “Perubahan-perubahan yang dipelajari biasanya memberi hasil yang baik bila individu mempunyai motivasi untuk melakukanya”. Sedangkan menurut Prof. S. Nasution bahwa motivasi adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga ia mau melakukan apa yang dapat dilakukanya. Jadi motivasi memiliki peranan penting, baik motivasi dari dalam diri atau dari luar.
c.    Prinsip Individualitas
Al-Ghazali mengatakan bahwa kewajiban pertama dan utama bagi guru adalah mengajarkan kepada peserta didik apa yang mudah dipahaminya, sebab suatu bidang studi yang sukar akan berakibat kericuhan mental/akal dan peserta didik akan menjauhi dan tidak memperhatikan. Jadi, tingkat penangkapan-pemahaman berdasarkan perbedaan kemampuan masing-masing individu. Individualistis ini dalam kontek pengajaran adalah disebabkan hal-hal berikut :
1.        Setiap individu memiliki sifat-sifat, bakat, dan kemampuan yang berbeda
2.        Setiapindividumempunyai cara belajarmenurutcaranyasendir
3.        Setiapindividumempunyailatarbelakangkeluarga yang berbeda-beda
4.        Setiapindividumembutuhkanbimbingankhususdalammenerimapelajaran yang diajarkangurusesuaiperbedaan individual.
5.        Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda
d.   Prinsip Lingkungan



e.    Prinsip Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi sangat penting dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar.   
f.     Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud adalah kebebasan yang demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dalam aturan dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi kebebasan dalam proses penciptaan situasi pengajaran.
Rosella Linski, dalam bukunya The Learning Process (1977) halaman 31, kebebasan mengandung tiga dimensi, yaitu :
1.        Self directedness, menyarankan pembuatan keputusan-keputusan tentang tindakan-tindakan individual didasarkan pada ukuran kebajikan.
2.        Self discipline, yang harus dating dari dalam diri individu itu sendiri.
3.         Self Control, harusdatangdalamdirisendirisitem control dapatberkembang.

g.        Prinsip Peragaan
Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Peragaan adalah menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami sesuatu. Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.
Agar siswa dapat mengingat, menceritakan, dan melaksanakan suatu pelajaran yang pernah diamati, diterima, atau dialami di kelas, maka perlu didukung dengan peragaan-peragaan (media pengajaran) yang bisa mengkonkritkan yang abstrak
h.        Prinsip Kerjasama dan Persaingan
Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda. Namun dalam dunia pendidikan (prinsip pengajaran) keduanya bisa bernilai positif selama dikelola dengan baik. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang dimaksud adalah persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain.
i.          Prinsip Apersepsi (suatu penafsiran bukan pikiran, yaitu menyatupadukan dan mengasimilasi sesuatu pengamatan dan pengalaman yang telah dimiliki).
Apersepsi berasal dari kata ”Apperception” berarti menyatupadukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki. Atau kesadaran seseorang untuk berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Kesan yang lama itu disebut bahan apersepsi.
Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru.
j.          Prinsip Korelasi(saling berkaitan)
Guru hendaknya juga berusaha menghubungkan bahan pelajaran dari mata pelajaran yang sedang diajarkan/ dipelajari peserta didik dengan bahan pengajaran mata pelajaran yang lain.
Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan kehidupan anak atau dengan pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna baginya. Korelasi akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa pada pelajaran yang disampaikan.
k.        Prinsip Efisiensi dan Efektivitas
Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya. Jadi semua aspek pengajaran (guru dan peserta didik) menyadari bahwa pengajaran yang ada dalam kurikulum mempunyai manfaat bagi siswa pada masa mendatang.
l.          Prinsip Globalisasi, bahwa keseluruhan adalah titik awal pengajaran
Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan yang menjadi titik awal pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang khusus. Dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini terkenal dengan Psikologi Gestalt bahwa totalitas lebih memberikan sumbangan berharga dalam pengajaran.
m.      Permainan dan Hiburan
Setiap individu atau peserta didik sangat membutuhkan permainan dan hiburan apalagi setelah terjadi proses belajar mengajar. Bila selama dalam kelas siswa diliputi suasana hening, sepi, dan serius, akan membuat peserta didik cepat lelah, bosan, butuh istirahat, rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan agar memberikan kesempatan kepada anak didik bermain, menghibur diri, bergerak, berlari-lari, dan sejenisnya untuk mengendorkan otaknya.











BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1.        Pengajaranbermaksudtempohwaktuberstruktur di manapembelajarandirancangterjadi
2.        Pengajaran menuntut keaktifan kedua pihak yaitu pendidik, dan peserta didik. Pendidik sebagai yang mengendalikan, memimpin, dan mengarahkan events pengajaran (guru sebagai subjek/ pelaku peranan pertama yang memiliki tugas, tanggung jawab, dan inisiatif pengajaran)
3.        Prinsip-prinsip pengajaran, yaitu:
a.     Prinsip aktivitas
b.    Prinsip motivasi
c.     Prinsip individualitas
d.    Prinsip lingkungan
e.     Prinsip konsentrasi
f.     Prinsip kebebasan
g.    Prnsip peragaan
h.    Prinsip kerjasama dan persangan
i.      Prinsip apersepsi
j.      Prinsip korelasi
k.    Prinsip efisiensi dan efektivitas
l.      Prinsip globalisasi
m.  Permainan dan hiburan
3.2  Saran
Setelahmembacamakalahkaryatulisilmiahinidiharapkanparapembaca agar dapatmemahamiapa itu pengajaran dan apa saja prinsip-prinsip pengajaran. Selainitudiharapkanpembacadapat  menerapkanilmu yang didapatdalammakalahinidalampenulisankaryailmiahataupunsejenisnya. 



DAFTAR PUSTAKA


Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009)
https://ms.wikipedia.org/wiki/Pengajaran (diakses pada hari jumat tanggal 04 Agustus 2017, pukul 15.00)
http://4hmadsubhan.blogspot.co.id/2013/03/prinsip-prinsip-pengajaran.html (diakses pada hari jumat tanggal 04 Agustus 2017, pukul 15.00)


MENGELOLA KELAS YANG EFEKTIF



BAB I

PENDAHULUAN

Dalam setiap proses pengajaran kondisi yang menguntungkan bagi peserta didik harus direncanakan dan diusahakan oleh guru secara sengaja agar dapat terhindar dari kondisi yang merugikan, dan kembali kepada kondisi yang optimal apabila terjadi hal-hal yang merusak yang disebabkan oleh tingkah laku peserta didik di dalam kelas.
Usaha guru dalam menciptakan kondisi yang diharapkan akan efektif apabila: pertama, diketahui secara tepat faktor-faktor yang dapat menunjang terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar, kedua, dikenal dengan masalah-masalah yang diperkirakan dan biasanya timbul dan dapat merusak iklim belajar mengajar, ketiga, dikuasinya berbagai pendekatan dalam pengelolaan kelas dan diketahui pula kapan dan untuk masalah mana suatu pendekatan digunakan.
Perlu kita sadari bekerja dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan pengelolaan kelas, tidak bisa bertindak seperti seorang juru masak dengan buku resep makanan. Suatu masalah yang timbul mungkin dapat berhasil diatasi dengan cara tertentu pada saat tertentu dan untuk seseorang atau sekelompok peserta didik tertentu. Akan tetapi cara tersebut tidak dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah yang sama, pada waktu yang berbeda, terhadap seseorang atau sekelompok atau peserta didik yang lain. Oleh karena itu keterampilan guru untuk dapat membaca situasi kelas sangat penting agar yang dilakukan tepat guna.
I1
Dengan mengkaji konsep dasar pengelolaan kelas, mempelajari berbagai pendekatan pengelolaan dan mencobanya dalam berbagai situasi kemudian dianalisis, akibatnya secara sistematis diharapkan agar setiap guru akan dapat mengelola proses belajar mengajar lebih baik. Kondisi yang menguntungkan di dalam kelas merupakan prasyarat utama bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif.
1.      Apa perbedaan antara pengelolaan kelas dengan pengelolaan pengajaran?
2.      Apa masalah pengelolaan kelas?
3.      Bagaimana usaha preventif masalah pengelolaan kelas?
4.      Apa saja adminstrasi teknik dalam pengelolaan kelas?
5.      Apa saja pendekatan dalam pengelolaan kelas?
6.      Apa hambatan dalam pengelolaan kelas?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui perbedaan antara pengelolaan kelas dengan pengelolaan pengajaran.
2.      Mengetahui masalah pengelolaan kelas.
3.      Mengetahui usaha preventif masalah pengelolaan kelas.
4.      Mengetahui adminstrasi teknik dalam pengelolaan kelas.
5.      Mengetahui pendekatan dalam pengelolaan kelas.
6.      Mengetahui hambatan dalam pengelolaan kelas.

I2

 

BAB II

 PEMBAHASAN

A.    Antara Pengelolaan Kelas dan Pengelolaan Pengajaran
Pengelolaan kelas dan pengelolaan pengajaran adalah dua kegiatan yang sangat erat hubungannya, namun dapat dan harus dibedakan satu sama lain karena tujuannya berbeda. Pengelolaan pengajaran  (instruction) mencakup kegiatan kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan tujuan khusus pengajaran.  Sedangkan pengelolaan kelas menunjukkan kepada kegiatan kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar. Dengan kata lain, didalam proses belajar mengajar di sekolah dapat dibedakan adanya dua kelompok masalah, yaitu masalah pengajaran dan masalah pengelolaan kelas.
Masalah pengelolaan yang harus ditanggulangi dengan tindakan kokrektif pengelolaan, sedangkan masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan tindakan kokretif instruksional (kegiatan menjadi lebih menarik).

B.     Masalah Pengelolaan Kelas
Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Meskipun seringkali perbedaan antara dua kelompok itu hanya merupakan perbedaan tekanan saja. Tindakan pengelolaan kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasikan dengan tempat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi penanggulangan yang tepat pula.
I3
Menurut (Rudolf dreikurs dan pearl cassel dalam Ahmad Rohani, 2010: 145) membedakan empat kelompok masalah pengelolaan kelas individual yang didasarkan asumsi bahwa semua tindakan laku individual merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Bila kebutuhan-kebutuhan ini tidak lagi dapat terpenuhi cara-cara yang lumrah dapat diterima masyarakat dalam hal ini masyarakat kelas, maka individu yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara-cara lain. Dengan kata lain ia akan berbuat “tidak baik”. Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang asosial inilah oleh pasangan penulis diatas digolongkan sebagai berikut:
1.      Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain (attention getting behaviors). Misalnya aktif dalam kelas , atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapatkan pertolongan ekstra (pasif).
2.      Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power sseeking behaviors). Misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional – marah, menangis (aktif), atau selalu”lupa” pada aturan-aturan penting dikelas.
3.      Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors), misalnya menyakiti orang lain seperti mengatai, memukul, menggigit, dan sebagainya(kelompok ini tampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif/pasif).
4.      Peragaan ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya kegagalan yang menjadi bagiannya.
I4
Menurut (Dreikurs dan Cassel dalam Ahmad Rohani, 2010: 146)  menyarankan sebagai berikut : apabila seorang guru merasa terganggu oleh perbuatan seorang peserta didik, maka kemungkinan peserta didik yang bersangkutan pada tahap attention getting : bila guru merasa dikalahkan atau terancam maka kemungkinan peserta didik yang bersangkutan ada pada tahap power seeking : bila guru merasa tersinggung atau terluka hati, maka kemungkinan pelakunya ada pada tahap revengeve seeking: dan akhirnya, bila guru meraasa benar-benar tidak mampu berbuat apa-apa lagi dalam menghadapi ulah peserta didik, maka kemungkinan yang dihadapinya adalah perasaan ketidakmampuan.
Menurut (Lois V. Jhonson dan Mary A. Bany dalam Ahmad Rohani, 2010: 146) mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suku, dan tingkatan sosio-ekonomi, dan sebagainya.
2.      Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya. Misalnya mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara menyanyi dengan suara sumbang.
3.      “Membesarkan” hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut kelas.
4.      Kelompok cenderung mudah dialihkan peerhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
5.      Semangat kerja rendah. Misalnya semacam aksi protes karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil.
6.      Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Misalnya gangguan jadwal atau guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru lain, dan sebagainya.
C.      Usaha Preventif Masalah Pengelolaan Kelas
(Ahmad Rohani, 2010: 147) Tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar berlangsung efektif. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pencegahan dan dapat berupa tindakan korektif.

I5
 

1.      Kondisi dan Situasi Belajar Mengajar
a.       Kondisi Fisik
Lingkunngan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatnya intensitas proses perbuatan belajar dan peserta didik dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Lingkungan fisik yang dimaksud yaitu:
1.      Ruangan Tempat Berlangsungnya Proses Belajar Mengajar
Ruangan tempat belajar harus memungkinkan semua bergerak leluasa tidak berdesak-desakan dan slaing mengganggu antara peserta didik yang satu dengan yang lain pada saat melakukan katifitas belajar. Besarnya ruangan kelas sangat tergantung pada berbagai hal yaitu :
·         jenis kegiatan, apakah kegiatan pertemuan tatap muka dalam kelas ataukah kerja diruangan praktikum.
·         Jumlah peserta didik yang melakukan kegiatan-kegiatan bersama secara klasikal yang akan berbeda dengan kegiatan dalam kelompok kecil.
2.      Pengaturan Tempat Duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dimana dengan demikian guru sekaligus dapat mengontrol tingkah laku peserta didik. Beberapa pengaturan tempat duduk diantaranya:
·         Berbaris berjajar
·         Pengelompokkan yang terdiri atas 8-10 orang
·         Setengah lingkaran seperti dalam teater, dimana disamping guru bisa langsung bertatap muka dengan peserta didik juga mudah bergerak  untuk segera memberi bantuan peserta didik.
·        
I6
 Berbentuk lingkaran
·         Individual yang biasanya terlihat diruang baca, diperpustakaan, atau ruang praktik laboraturium.
·         Adanya dan tersedianya ruangan yang sifatnya bebas dikelas disamping bangku tempat duduk yang diatur.
3.      Ventilasi dan Pengaturan Cahaya
Ventilasi harus cukup menjamin kesehatan peserta didik. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan panas cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik sehingga semua peserta didik dalam kelas dapat menghirup udara segar yang cukup mengandung oksigen, peserta didik harus dapat melihat tulisan dengan jelas, tulisan di papan, pada bulletin board, buku bacaan dan sebagainya. Kapur yang digunakan sebaiknya kapur yang bebas dari abu dan selalu bersih.
4.      Pengaturan Penyimpanan Barang-Barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar. Cara pengambilan barang dari tempat khusus, penyimpanan dan sebagainya hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga barang-barang tersebut dapat segera dapat dipergunakan.
b.      Kondisi Sosio-Emosional
Suasana sosio-emosional dalam kelas akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar mengajar, kegairahan peserta didik merupakan efektivitas tercapainya tujuan pengajaran.
1.      Tipe Kepemimpinan
I7
Peranan guru, tipe kepemimpinan guru, atau administrator akan mewarnai suasana emosional didalam kelas. Tipe kepemimpinan lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap peserta didik yang submissive atau apatis. Tapi dipihak lain juga akan menumbuhkan sikap yang agresif.
Kedua sikap peserta didik tersebut merupakan sumber problem pengelolaan, baik individual maupun kelompok. Dengan tipe kepemimpinan otoriter peserta didik hanya akan aktif kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi maka semua aktifitas akan menjadi menurun.
Tipe kepemimpinan yang cenderung pada laissez-faire biasanya tidak produktif walaupun ada pemimpin. Tipe ini biasanya lebih cocok bagi peserta didik yang innerdirected  dimana peserta didik aktif, penuh kemauan, berinisiatif, dan tidak selalu menunggu pengarahan.
Tipe kepemimpinan guru yang lebih menenkankan kepada sikap demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan peserta didik dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai.
2.      Sikap Guru
Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku peserta didik akan dapat diperbaiki. Terimalah peserta didik dengan hangat kalau ia insaf akan kesalahannya. Berlakulah adil dalam bertindak dan menciptakn suatu kondisi yang menyebabkan peserta didik sadar akan kesalahannya dan ada dorongan untuk memperbaiki kesalahannya.
3.      Suara Guru
Suara yang melengking tinggi atau akan senantiasa tinggi atau demekian rendah sehingga tidak terdengar oleh peserta didik secara jelas dari jarak yang agak jauhakan membosankan dan pelajaran tidak akan diperhatikan. Suasana semacam ini mengundang tingkah laku yang tidak diinginkan.
I8
Suaru yang relatif rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh kedengarannya rileks akan mendorong peserta didik untuk lebih berani mengajukan pertanyaan, mencoba sendiri, melakukan percobaan yang terarah dan sebagainya. Tekanan suara hendaknya bervariasi sehingga tidak membosankan.
4.      Pembinaaan Raport
Dengan hubungan baik guru peserta didik diharapkan senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap optimistik, serta realistik dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukannya.
c.       Kondisi Organisasional
1.      Penggantian pelajaran atau kuliah
Untuk pelajaran-pelajaran tertentu seperti bekerja di laboratorium, olahraga, kesenian, menggambar, dan sebagainya, peserta didik diharuskan pindah ruangan. Hal rutin seperti ini hendaknya diatur secara tertib. Misalnya, ada tenggang waktu, dipimpin oleh ketua, ruangan-ruangan diberi tanda dengan jelas, peserta didik berkewajiban untuk membereskan ruangan dan alat perlengkapan yang telah dipakai.
2.      Guru yang berhalangan hadir
Jika suatu saat seorang guru berhalangan hadir karena satu atau lain hal maka peserta didik sudah tau cara mengatasinya. Misalnya para peserta didik disuruh tetap berada dalam kelas dengan tenang untuk menunggu guru yang bersangkutan selama 10 menit, bila setelah 10 menit guru yang mendapat giliran juga belum datang, ketua diwajibkan lapor pada guru piket dan guru piketlah yang akan mengambil inisiatif untuk mengatasi kekosongan guru tersebut.
3.      Masalah antar peserta didik
Jika terjadi masalah antar peserta didik yang tidak dapat diselesaikan antar mereka, ketua dapat melapor kepada wali kelas. Jika belum tuntas diselesaikan ketua bersama wali kelas dapat menghadap pimpinan institusi untuk mendapatkan petunjuk kebijakan dalam mengatasi masalah tersebut.
I9
 

4.      Upacara bendera
Dalam upacara bendera harus sudah ditetapkan giliran yang memimpin upacara, baik dari pihak guru maupun dari pihak peserta.
5.      Kegiatan lainnya
2.      Disiplin Dan Tata Tertib
a.       Pengertian Disiplin
Dalam arti luas disiplin mencakup setiap macam pengaruh yang ditunjukkan untuk membantu peserta didik agar dia dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan juga penting tentang cara menyelesaikan tuntutan yang mungkin ingin ditunjukkan oleh peserta didik terhadap lingkungannya.
Suatu keuntungan dari adanya disiplin adalah peserta didik belajar hidup dengan kebiasaan yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya.
b.      Sumber-Sumber Pelanggaran Disiplin
Menurut (Maslow dalam Ahmad Rohani, 2010: 156) mengemukakan teori “hierarki kebutuhan manusia” yang dapat digambarkan dalam bentuk piramida kebutuhan manusia

Beauty and Self actualization
Knowledge and under standing
Respect of self esteen
Love and belonging
Security and safety
Physical needs
I10
 










Keterangan:
·         kebutuhan fisik manusia merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidupnya seperti makan, minum, perlindungan fisik, seks, dan sebagainya.
·         Kebutuhan akan terasa aman bagi fisik, dan perasaan keamanan terhadap masa depan yang dihadapinya.
·         Kebutuhan akan cinta kasih, mencintai orang lain dan dicintai orang lain, penerimaan, pembenaran, dan cinta kasih orang lain pada dirinya.
·         Kebutuhan akan penghargaan dan untuk dikenal orang lain, merasa berguna bagi orang lain, mempunyai pengaruh terhadap orang lain, dan sebagainya.
·         Kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman, terhadap berbagai hal agar individu dapat mengambil berbagai keputusan yang bijaksana dalam menghadapi dunia secara efektif.
·         Kebutuhan akan keindahan dan aktualisasi diri yang merupakan kebutuhan untuk berpengalaman mengaktualisasi dirinya dalam dunia nyata secara langsung agar dari pengalamannya akan lebih kreatif toleran dan spontan.
Pelanggaran disiplin di sekolah pada lingkungan sekolah itu sendiri. Misalnya:
1.      Tipe kepemimpinan guru atau kepala sekolah yang otoriter senantiasa mendiktekan kehendaknya tanpa memperhatikan kedaulatan subjek didik akan mengakibatkan peserta didik jadi submisif, apatis, atau sebaliknya agresif ingin berontak terhadap kekangan dan perlakuan tidak manusiawi yang mereka terima.
2.      Kelompok besar anggota dikurangi hak-haknya sebagai peserta didik yang seharusnya turut menentukan rencana masa depannya dibawah bimbingan guru.
3.     
I11
Tidak atau kurang memperhatikan kelompok minoritas baik yang ada diatas atau dibawah rata-rata dalam berbagai aspek yang ada hubungannya dengan kehidupan sekolah.
4.      Kurang dilibatkan dan diikutsertakan dalam tanggung jawab sekolah.
5.      Latar belakang kehidupan dalam kehidupan keluarga yang kurang diperhatikan dalam kehidupan sekolah.
6.      Sekolah kurang mengadakan kerja sama dengan orang tua, dan antara keduanya saling melepaskan tanggung jawab.
Sebab-sebab pelanggaran lainnya:
1.         Kebosanan dalam kelas
2.         Perasaan kecewa dan tertekan
3.         Tidak terpenuhinya kebutuhan akan perhatian, pengenalan atau status.
c.       Penanggulanggan Pelanggaran Disiplin
1.      Pengendalian Peserta Didik
Pengenalan terhadap mereka dan latar belakangnya merupakan usaha penanggulangan pelanggaran disiplin. Berbagai alat yang bisa digunakan misalnya;
·         Interest-inventory, merupakan cara sederhana yang dapat dibuat guru. Alat ini merupakan pertanyaan tentang bukuk apa yang senang kamu baca, hobby, favorit, apa yang dikerjakan kalau punya waktu senggang, apa yang paling saya senangi, dan sebagainya.
·         Sosiogram  yang dibuat dengan maksud untuk melihat bagaimana persepsi mereka dalam rangka hubungan sosial-psikologis dengan teman-temannya.
·         Fredback letter di mana peserta didik diminta untuk membuat satu karangan atau satu surat tentang perasaan mereka terhadap sekolahnya.
2.      Melakukan Tindakan Korektif
Cara yang dapat dijadikan untuk pertimbangan bagi guru:
a.     
I12
Lakukan Tindakan dan Bukan Ceramah
Cara berteriak atau memberikan ceramah tentang kesalahan yang dibuat peserta didik pada saat itu akan membuat peserta didik malah menjadi bimbang. Pesan-pesan nonverbal atau body language baik berupa isyarat tangan, bahu, kepala, alis, dan sebagainya dapat membantu guru dalam pengelolaan kelas.
b.      Do Not Bargain
Bila terjadi pelanggaran yang dilakukann seorang peserta didik dan melibatkan atau menyalahkan peserta didik lainnya guru harus segera melakukan tindakan untuk menghentikan gangguan tersebut.
c.       Gunakan “Kontrol” Kerja
Kewajiban guru adalah mencoba menghindarkan hal-hal dengan melakukan kontrol sosial. Misalnya dengan membuat ruangan berbentuk tapal kuda sehingga guru dapat langsung berhadapan muka dengan para peserta didik dan sekaligus dapat mengontrol tingkah laku mereka.
d.      Nyatakan Peraturan dan Konsekuensinya
Dalam kegiatan pengelolaan dibutuhkan suatu kegiatan monitoring. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan peraturan mana dan alternatif yanng mana secara empirik merupakan alat yang efektif dalam mengatasi problema pengelolaan.
3.      Melakukan Tindakan Penyembuhan
Langkah-langkah  yang dapat dilakukan dalam tindakan penyembuhan, yaitu:
a.       Mengidentifikasi peserta didik yang mendapat kesulitan untuk menerima dan mengikuti tata tertib.
b.      Membuat rencana yang diperkirakan paling tepat yang akan ditempuh dalam mengadakan kontrak dengan peserta didik.
c.      
I13
Menetapkan waktu pertemuan dengan peserta didik.
d.      Jelaskan maksud pertemuan tersebut, dan jelaskan manfaat yang diperoleh oleh peserta didik maupun sekolah.
e.       Tunjukkanlah kepada peserta didik bahwa guru pun bukan orang yang sempurna.
f.       Guru berusaha untuk membawa peserta didik kepada masalahnya.
g.      Guru bisa mengajak peserta didik untuk melaksanakan diskusi.
h.      Pertemuan guru dan peserta didik harus sampai kepada pemecahan masalah.
i.        Melakukan kegiatan tindak lanjut.
d.      Tertib ke Arah Siasat
Sikap guru yang demokratis merupakan kondisi bagi terbinanya tertib ke arah siasat. Sikap ini akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk ikut terlibat dalam menegakkan disiplin sekolah, ikut tanggung jawab dan ikut mempertahankan aturan yang telah dipikirkan dan ditetapkan bersama.
D.      Administrasi Teknik
1.      Absensi
Absensi peserta didik dan guru hendaknya dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menggangu kegiatan belajar yang sedang berlangsung.
2.      Ruang Bimbingan
Ruangan khusus yang dapatdipergunakan untuk keperluan bimbingan peserta didik yang dilakukan oleh guru, wali kelas, atau guru pembimbing di sekolah.
3.      Tempat Baca
Tempat baca untuk peserta didik yang dapat dimanfaatkan pada waktu istirahat atau pada waktu luang.
4.      Tempat Sampah
I14
Tempat sampah hendaknya tersedia pada tempat khusus sehingga peserta didik terdorong untuk membiasakan diri hidup teratur.
5.      Catatan Pribadi
Catatan pribadi peserta didik mempunyai peranan penting dalam hubungannya dengan pengelolaan baik dalam rangka pencegahan maupun dalam rangka mengatasi tingkah lakuyang sudah terlanjur. Dengan catatan pribadi guru akan mengenal peserta didik secara lebih lengkap.
E.     Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
Seorang guru harus mendalami kerangka acuan pendekatan-pendekatan kelas. Artinya, seorang guru terlebih dahulu harus menetapkan bahwa penggunaan suatu pendekatan memang cocok dengan hakikat masalah yang ingin ditanggulangi. Ada beberapa pandangan yang memberi harapan, baik dari penalarannya maupun berdasarkan informasi yang diperoleh melalui penelitian-penelitian.
1.      Behavior-Modification Approach
Pendekatan ini bertolak dari psikologi behavioral yang mengemukakan asumsi bahwa, (1) semua tingkah laku yang baik maupun yang kurang baik merupakan hasil proses belajar, dan (2) ada sejumlah kecil proses psikologi yang fundamental yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya proses belajar yang dimaksud. Adapun proses psikologi yang dimaksud adalah penguatan positif (positive reinforcement), hukuman, penghapusan (extinction), dan penguatan negatif (negative reinforcement). Untuk membina tingkah laku yang baik diberi penguatan positif. Sedangkan untuk mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki guru menggunakan hukuman.
I15
Penguatan ini ada dua macam, yaitu penguatan primer yang menjadi penguat tanpa dipelajari, seperti makanan, air, kehangatan badaniah, dan sebagainya, dan penguatan sekunder yang menjadi penguat sebagai hasil proses belajar. Penguat sekunder ini dinamakan penguatan sosial. Dari segi waktu pemberiannya dapat dibedakan penguatan yang diberikan secara terus-menerus atau dapat pula diberikan secara intermittent yaitu setelah jangka waktu tertentu.
2.      Socio-Emitional Climate Approach
Dengan berlandaskan psikologi klinis dan konseling, pendekatan pengelolaan kelas ini mengasumsikan bahwa (1) proses belajar mengajar yang efektif mempersyaratkan iklim sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru-peserta didik dan antara peserta didik, dan (2) guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik.
Sejumlah ahli menganjurkan pendekatan ini. Carl A. Rogers menekankan pentingnya guru bersikap tulus di hadapan peserta didik, menerima dan menghargai peserta didik sebagai manusia, dan mengerti peserta didik dari sudut pandang sendiri. Selanjutnya, Halm C. Ginott menganggap penting kemampuan guru melakukan komunikasi yang efektif dengan peserta didik dalam arti mengusahakan pemecahan masalah, giuru membicrakan situasi, dan bukan pribadi pelaku pelanggaran, mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan.
William Glasser memusatkan perhatiannya pada pentingnya guru membina rasa tanggung jawab sosial dan harga diri peserta didik. Glasser menggap penting sekali dilakukan banyak pertemuan kelas yang membicarakan pemecahan masalah kemasyarakatan, baik untuk masalah perorangan maupun masalah kelompok.
Dan akhirnya, Rudolf Dreikurs menekankan pentingnya suasana dalam kelas yang demokratis, dimana peserta didik diajarkan bertanggung jawa, melalui kesempatan memikul tanggung jawab; diperlukan manusia yang dapat secara bijaksana mengambil keputusan di samping diberi kesempatan menanggung konsekuensi perbuatan sendiri. Yang terakhir ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati tata aturan masyarakat tanpa harus bentrok dengan pribadi lain seperti yang terjadi bila dilakukan pemberian hukuman.

I16
 

3.      Group-Processess Approach
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi sosial dan dinamika kelompok yang asumsi pokoknya yaitu (1) pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks kelompok sosial, dan (2) tugas guru yang terutama dalam pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif.
Menurut Richad A. Schmuck dan Patricia A. Schmuck unsur-unsur pengelolaan kelas dalam rangka pendekatan group process adalah (1) harapan timbal balik (mutual expectation) tingkah laku guru-peserta didik dan antarpeserta didik sendiri; (2) kepemimpinan baik dari guru maupun dari peserta didik yang mengarahkan kegiatan kelompok kearah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan; (3) pola persahabatan (attraction) antara anggota kelas; (4) norma, mempertahankan norma kelompok yang produkti; (5) terjadinya komunikasi yang efektif; (6) cohesiveness, yakni perasaan keterikatan masing-masing anggota kelompok.
Louis V. Jhonson dan Mary A. Bany menggolongkan kegiatan pengelolaan kelas menjadi dua  jenis, yaitu facilitation yang  mencakup segala tindakan yang menciptakan iklim kerja yang produktif dan maintenance yang meliputi semua tindakan yang bertujuan memelihara iklim kerja baik, yang telah berhasil di peroleh. Kegiatan-kegiatan facilitation meliputi (1) penciptaan cohesiveness; (2) penetapan tanda tingkah laku dan prosedur kerja; (3) penggunaan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah.
Kegiatan-kegiatan maintenance meliputi (1) pemeliharaan semangat kerja kelompok; (2) penanganan penyelesaian perselisihan melalui diskusi; (3) analisis dan diagnosis iklim kelas secara terus menerus dan pengambilan langkah-langkah korektif untuk menghindarkan timbulnya masalah pengelolaan kelas.
I17
Jacob Kounin mengemukakan tiga kelompok tingkah laku pengelolaan kelas yang efektif, yaitu (1) withitness behaviors, yang mengomunikasikan kepada peserta didik bahwa guru “hadir” pada semua kegiatan mereka; (2) overlapping behaviors, yang menunjukkan kemampuan guru “hadir” dalam dua macam atau lebih kegiatan yang berlangsung bersamaan; (3) group focus behaviors, terutama dalam resitasi dimana guru melibatkan seluruh kelompok dalam kegiatan dan menuntut kelompok bertanggung jawab terhadap penunaian tugas-tugasnya. Kounin juga mengungkapkan tingkah laku pengelolaan kelas yang tidak efektif, (1) desist behaviors yaitu tindakan menghentikan dengan segera tingkah laku peserta didik yang mengganggu kelancaran kerja kelompok; (2) kesalahan-kesalahan target; (3) kesalahan timing.
4.      Eclectical Approach
Ketiga pendekatan yang telah diuraikan adalah ibarat sudut pandang yang berbeda terhadap objek yang sama. Oleh karena itu, seorang guru Seyogianya menggunakan pendekatan elektik, (1) menguasai pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas yang potensial, dalam hal ini pendekatan tingkah laku. Penciptaan iklim sosio-emosional dan proses kelompok, dan (2) dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur yang sesuai dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas.
F.     Hambatan Dalam Pengelolaan Kelas
Sebelum  membahas faktor-faktor hambatan dalam pengelolaan kelas, ada kewenangan penanganan masalah pengelolaan yang diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu:
1.      Masalah yang ada dalam wewenang guru
Seorang gurubidang studi yang sedang mengelola proses belajar mengajar dituntut untuk dapat menciptakan, memperhatikan, dan mengembalikan iklim belajar kepada kondisi belajar mengajar yang menguntungkan kalau ada gangguan, sehingga peserta didik berkesempatan untuk dapat mengambil manfaat yang optimal dan kegiatan belajar yang dilakukannya.
2.     
I18
Masalah yang ada dalam wewenang sekolah
Masalah-masalah yang ada di bawah wewenang sekolah antara lain pembagian ruangan yang adil untuk setiap tingkat atau jurusan, pengaturan upacara bendera pada setiap hari Senin dan bila pada hari tersebut turun hujan lebat, menegur peserta didik yang selalu terlambat pada saat apel bendera, mengingatkan peserta didik yang tidak mau memakai seragam sekolah, menasehati peserta didik yang rambutnya gondrong, memberi peringatan keras kepada peserta didik yang merokok di kelas atau sekolah dan suka minum-minuman keras, sampai kepada mendamaikan peserta didik jika terjadi perselisihan antarsekolah.
3.      Masalah-masalah yang ada di luar kekuasaan guru dan sekolah
Masalah pengelolaan kalau terjadsi hal-hal yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh para peserta didik pengelolaan tersebut mungkin berupa minum-minuman keras di luar rumah, nonton film di luar batas umur yang sudah ditentukan, bergerombol di jalan dan membuat keributan, ngebut di jalan umum sehingga membahayakan pemakai jalan lainnya, perkelahian antar sekolah, sampai kepada hal—hal yang digolongkan kenakalan akan tetapi sudah masuk kejahatan seperti pencurian, penjambretan, penodongan, dan pemerasan. Masalah ini berada di luar jangkauan guru dan sekolah. Untuk mengatasinya dan penyembuhan selalu dilakukan baik oleh guru bidang studi, wali kelas, ataupun sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Adapun faktor-faktor hambatan dalam pengelolaaan kelas, yaitu:
a.       Faktor Guru
1.      Tipe Kepemimpinan Guru
Tipe kepemimpinan guru dalam mengelola proses belajar mengajar yang otoriter dan kurang demokratis akan menumbuhkan sikap pasif atau agresif pesereta didik.

2.     
I19
Format Belajar Mengajar yang Monoton
Format yang belajar seperti ini akan menimbulkan kebosanan, frustasi, kecewa, dan hal ini merupakan pelanggaran disiplin.
3.      Kepribadian Guru
Seorang guru dituntut untuk bersikap hangat, adil, objektif, dan fleksibel.
4.      Pengetahuan Guru
Mendiskusikan masalah pengelolaan dan pendekatan pengelolaan dengan teman sejawat akan membantu guru dalam meningkatkan keterampilan dalam mengelola kelas.
5.      Pemahaman Guru Tentang Peserta Didik
Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta didik di sebabkan kurangnya  usaha guru untuk memahami peserta didik mungkin karena beban mengajar guru yang diluar batas kemampuan.
b.      Faktor Peserta Didik
Peserta didik harus sadar bahwa kalau mereka mengganggu temannya yang sedang belajar berarti tidak melaksakan kewajiban dan tidak menghormati hak peserta didik lain.
c.       Faktor Keluarga
Tingkah laku peserta didik didalam kelas merupakan pencerminan keadaan keluarganya. Sikap otoriter orang tua akan tercemin dari tingkah laku peserta didik yang agresif atau apatis.
d.      Faktor Fasilitas
1.      Jumlah Peserta Didik dalam Kelas
Kelas yang jumlah peserta didiknya yang mencapai rata-rata 50 sulit untuk dikelola.
2.      Besar Ruangan Kelas
Ruang kelas yang kecil dibandingkan dengan jumlah peserta didik dan kebutuhan peserta didik untuk bergerak dalam kelas merupakan hambatan lain bagi pengelolaan.
I20
 

3.      Ketersediaan Alat
Jumlah buku yang kurang atau alat lain yang tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang membutuhkannya akan menimbulkan masalah pengelolaan kelas.




















I21
 

BAB III

PENUTUP

Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Masalah individual misalnya: (1) tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian oranglain; (2) tingkah laku ingin menunjukkan kekuatan; (3) tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain;(4) peragaan ketidakmampuan. Sedangkan masalah kelompok misalnya (1) kelas kurang kohesif; (2) kelas mereaksi negatif; (3) membesarkan hati anggota kelas; (4) kelompok mudah dialihkan perhatiannya dari tugas; (5) semangat kerja rendah; (6) kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
Dimensi pencegahan dapat merupakan tindakan guru dalam mengatur lingkungan belajar, mengatur peralatan, dan lingkungan sosio-emosional. Administarsi teknik mempengaruhi pengelolaan proses belajar mengajar, yaitu absensi, ruang bimbingan, tempat baca, tempat sampah, dan catatan pribadi.
Pendekatan dalam pengelolaan kelas dibagi menjadi 4, yaitu behavior-modification approach, sosio-emotional climate approach, group processess approach, dan eclectica approach. Hambatan dalam pengelolaan kelas disebabkan karena beberapa faktor, yaitu faktor guru, faktor peserta didik, faktor keluarga, dan faktor fasilitas.
I22
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyajikan makalah. Namun penulis sadari dalam makalah ini masih terdapat kekurangan yang perlu untuk diperbaiki lagi. Untuk itu penulis mengharap saran dan kritik yang membangun agar dijadikan dasar dalam menyempurnakan makalah ini. Atas saran dan kritik yang disampaikan diucapkan terimakasih. Semoga makalah yang disajikan dapat bermanfaat bagi pembaca.











 


 

 

 

 

 

 

I23
 

DAFTAR PUSTAKA


Rohani, Ahmad. 2010. Pengelolaan Pengajaran: Sebuah Pengantar Menuju Guru Profesional. Jakarta: PT Rineka Cipta.
I24