Minggu, 04 Februari 2018

TEORI BELAJAR ALIRAN BEHAVIORISME (SKINNER DAN ALBERT BANDURA)

BAB 1

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Dunia pendidikan, lennih khusus lagi dunia belajar, didekati dengan paradigma yang tidak mampu menggambarkan hakekat belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoretik dan konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan, dan kepastian (Degeng, 1997).
Banyak penelitian telah dilakukan orang tentang belajar dan para ahli membuat hasil-hasil penelitian mereka menjadi sistematis, lalu lahirlah teori belajar. Teori belajar dikelompokkan menjadi teori sebelum abad ke-20 serta teori belajar selama dan sesudah abad ke-20. Pengelompokan ini dilakukan karena sebelum abad ke-20, teori belajar dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis, tanpa dilandasi eksperimen, sedangkan teori belajar abad ke-20 dikembangkan secara ilmiah. Teori abad ke-20 dibagi menjadi dua keluarga, yaitu keluarga teori perilaku (Behaviorisme) dan keluarga teori kognitif  (Kognitivisme). Pada makalah ini akan dibahas tentang teori perilaku (Behaviorisme) serta tokoh-tokohnya yaitu Skinner dan Albert Bandura.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa itu teori belajar aliran Behaviorisme?
2.      Bagaimana teori belajar aliran Behaviorisme menurut Skinner?
3.      Bagaimana teori belajar aliran Behaviorisme menurut Albert Bandura?
4.      Bagaimana penerapan teori belajar aliran Behaviorisme?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui teori belajar aliran Behaviorisme.
2.      Untuk mengetahui teori belajar aliran Behaviorisme menurut Skinner.
3.      Untuk mengetahui teori belajar aliran Behaviorisme menurut Albert Bandura.
4.      Untuk mengetahui penerapan teori belajar aliran Behaviorisme.


















BAB 2

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Teori Belajar Aliran Behaviorisme

(Suyono dan Hariyanto, 2014: 58) Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Hal ini dapat dimaklumi karena behaviorisme berkembang melalui suatu penelitian yang melibatkan binatang seperti burung merpati, kucing, tikus dan anjing sebagai objek. Peristiwa belajar semata-mata dilakukan dengan melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus (S) dengan respon (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Para ahli yang mengembangkan teori ini antara lain E.L. Thorndike, Ivan Pavlov, B.F. Skinner, J.B. Watson, Clark Hull dan Edwin Guthrie. Ada beberapa istilah/jargon yang harus dipahami terlebih dahulu untuk lebih memahami makna “hukum belajar” yang dihasilkan dari sejumlah penelitian dari para ahli itu. Konsep dasarnya seperti yang dikembangkan oleh Thorndike dan Watson, seorang behavioris murni, belajar adalah proses interaksi antara stimulus atau rangsangan yang berupa serangkaian kegiatan yang bertujuan agar mendapatkan respon belajar dari objek penelitian. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar yang dapat berupa pikiran, perasaan, atau tindakan. Syarat pokoknya, stimulus maupun respon harus benar-benar dapat diamati dan diukur. Jadi walaupun diakui adanya perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, tetapi faktor tersebut dianggap tidak relevan karena tidak dapat diamati.
Objek penelitian umumnya berupa binatang, selanjutnya respon oleh binatang ini diasumsikan juga akan terjadi pada manusia dalam kondisi pembelajaran yang analog. Kecuali itu juga dikenal istilah operant, yaitu sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan, operant dimaknai sebagai bagaimana perilaku beroperasi atau bermanifestasi dalam lingkungan tertentu. Respon dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh penguatan (reinforcement). Reinforcement sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu, tetapi tidak secara sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus seperti dalam classical conditioning. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, sebaliknya jikan penguatan dikurangi (negative reinforcement), misalnya karena adanya hukuman (punishment) maka respon akan semakin lemah. Dalam konteks ini penguat (reinforcer) dan penghukum (punisher) didefinisikan bergantung kepada efeknya terhadap perilaku. Contohnya, aktivitas punisher tidak dianggap sebagai hukuman jika tindakan itu ternyata tidak mengubah perilaku normal pembelajar.

B.     Prinsip-prinsip Teori Belajar Aliran Behaviorisme

Beberapa prinsip yang melandasi teori belajar aliran behaviorisme diuraikan sebagai berikut:
1.      Konsekuensi
Prinsip yang paling penting pada teori behaviorisme ialah perilaku berubah menurut konsekuensi langsung. Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan “memperkuat” perilaku, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan “melemahkan” perilaku. Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut reinforser atau penguat, sedangkan konsekuensikonsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman.
a.       Reinforser atau penguat
Reinforser atau penguat dapat dibagi menjadi dua golongan: primer dan sekunder. Reinforser primer merupakan reinforser yang memperoleh nilainya setelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau sekunder lainnya yang sudah mantap. Misalnya angka-angka dalam rapor baru mempunyai nilai bagi siswa bila orang tuanya memberikan perhatian dan penilaian, dan pujian orang tua mempunyai nilai sebab pujian itu terasosiasi dengan kasih sayang, kemesraan, dan reinforser lainnya. Angka rapor merupakan contoh-contoh reinforser sebab angka rapor tidak mempunyai nilai sendiri, melainkan baru mempunyai nilai setelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau reinforser sekubder lainnya yang lebih mantap. Ada tiga kategori dasar reinforser sekunder, yaitu reinforser sosial (seperti pujian senyuman, atau perhatian), reinforser aktivitas (seperti pemberian mainan, permainan, atau kegiatan-kegiatan yang menyenangkan), dan reinforser simbolik (seperti uang, angka, bintang, atau poin yang dapat ditukarkan untuk reinforser lainnya).
Reinforser berupa pujian angka dan bintang disebut reinforser positif. Akan tetapi, ada kalanya untuk memperkuat perilaku dibuatlah konsekuensi perilaku suatu peelarian dari situasi yang tidak menyenangkan. Reinforser yang berupa pelarian dari situasi-situasi yang tidak menyenangkan disebut reinforser negatif. Suatu prinsip perilaku penting ialah kegiatan yang kurang diingini dapat ditingkatkan dengan menggabungkannya pada kegiatan-kegiatan yang lebih disenangi atau diinginkan. Sebagai contoh misalnya, seorang guru berkata pada muridnya: “Jika kamu telah selesai mengerjakan soal ini, kamu boleh keluar” atau “Bersihkan dahulu mejamu, nanti ibu bacakan cerita”. Kedua contoh ini merupakan contoh-contoh suatu prinsip yang dikenal dengan nama Prinsip Premack.
b.      Hukuman
Konsekuensi-konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku disebut hukuman. Perlu diperhatikan hukuman berbeda dengan reinforser negative yang bertujuan mengurangi perilaku dengn menghadapkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan.
Para teoretikus behaviorisme berbeda pendapat mengenai hukuman, ada yang berpendapat bahwa efek hukuman itu hanya bersifat temporer, yaitu hukuman menimbulkan sifat menentang atau agresi. Ada pula teoretikus yang tdak setuju dengan pemberian hukuman. Akan tetapi, termasuk mereka yang mendukung penggunaan hukuman ini, pada umumnya setuju bahwa hukuman itu hendaknya digunakan bila reinforcement telah dicoba dan gagal , dan hukuman diberikan dalam bentuk selunak mungkin, serta hukuman hendaknya selalu digunakan bagian dari suatu perencanaan yang teliti, tidak dilakukan karena frustasi.
2.      Kesegeraan (Immediacy) Konsekuensi
Prinsip kesegeraan konsekuensi ini penting artinya dalam kelas. Khususnya bagi murid-murid sekolah dasar, pujian yang diberikan segera setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan dengan baik, dapat menjadi suatu reinforser yang lebih kuat daripada angka yang diberikan kemudian.
3.      Pembentukan (Shapping)
Selain kesegeraan reinforcement, hal yang akan diberikan reinforcement, juga perlu diperhatikan dalam mengajar. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforcement pada langkah-langkah yang menuju keberhasilan, guru itu menggunakan teknik yang disebut pembentukan. Istilah pembentukan atau shaping digunakan dalam teori belajar behaviorsime saat mengajarkan keterampilan baru atau perilaku dengan memberikan reinforcement pada para siswa dalam mendekati perilaku akhir yang diinginkan.
Ringkasan langkah-langkah dalam pembentukan perilaku baru adalah:
1.      Pilihlah tujuan, buat tujuan itu sekhusus mungkin.
2.      Tentukan sampai di mana siswa-siswa itu sekarang. Apakah kemampuan mereka?
3.      Kembangkan satu seri langkah-langkah yang dapat merupakan jenjang untuk membawa mereka dari keadaan mereka sekarang ke tujuan yang telah ditetapkan. Bagi sebagian siswa langkah- langkah itu mungkin terlalu besar, untuk sebagian lagi mungkin terlalu kecil. Ubahlah langkah langkah itu sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.
4.      Berilah umpan balik selama pelajaran berlangsung. Perlu diingat, makin baru materi pelajaran, makin banyak umpan balik dibutuhkan para siswa.

Ada sebuah kritik yang disampaikan oleh para ahli kependidikan sehubungan dengan kelemahan yang terlekat dalam teori behaviorisme. Diantara kritik-kritik itu sebagai berikut:
1)      Behaviorisme tidak mengadaptasi berbagai macam jenis pembelajaran, karena mengabaikan aktivitas pikiran.
2)      Behaviorisme tidak mampu menjelaskan beberapa jenis pembelajaran, misalnya pengenalan terhadap pola-pola bahasa baru oleh anak-anak kecil, karena disini tidak ada mekanisme penguatan.
3)      Riset menunjukkan bahwa binatang mampu mengadaptasikan pola pengatan mereka terhadap informasi baru.
4)      Seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, karena banya variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan / atau belajar yang berperan terhadap perilaku siswa, tetapi pengarus atau peranannya tidak sekedar hubungan stimulus-repon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjado dalam hubungan S-R.
5)      Pandangan behaviorisme juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa,walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
6)      Pandangan behaviorisme tidak memperhatikan pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang dapat diamati sebagai akibat hubungan S-R.
7)      Pandangan behaviorisme cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, dan tidak produktif.
8)      Bagi pendidik yang berpandangan agama sebagai landasan pendidikan anak manusia, behaviorisme dianggap bukan landasan pendidikan yang ideal, sebab menurut mereka aliran behaviorisme berciri pokok:
a)      Bersifat naturalistik yang menganggap dunia materi merupaka realitas yang sesungguhnya, segala sesuatunya dapat diterangkan melalui hukum-hukum alam, manusia tidak memiliki jiwa dan juga pikiran, yang ada hanyalah otak yang melakukan respon terhadap stimulus eksternal.
b)      Behaviorisme mengajarkan bahwa manusia tidak lebih seperti mesin yang melakukan respon terhadap kondisi rangsangan tertentu. Pandangan pokok behaviorisme adalah bahwa pemikiran, perasaan, minat, dan seluruh proses, mental tidak menentukan apa yang kita lakukan. Perilaku kita semata-mata produk dari suatukondisioning, suatu rangsangan. Kita hanya mesin biologis yang tidak menyadari apa yang kita lakukan, kiata hanya bereaksi terhadap stimulus. Skiner menegaskan bahwa atribut manusia sebagai makhuk spiritual tidak pernah ada.
c)      Secara konsisten behaviorisme berpandangan bahwa kita tidak peru bertangggung jawab terhadap apa yang kita perbuat, karena kita hanya mesin yang melakukan pikiran dan jiwa, kita bereaksi dilingkungan kita untuk mencapai tujuan tertentu. Sosiobiologi, sejenis behaviorisme, membandingkan manusia dengan komputer, jika sampah yang masuk, maka sampah pula yang keluar (Garbage in, garbage out).

Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang diberikan oleh seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi.
Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Contohnya, seorang siswa akan dapat belajar dengan baik setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi setalah diberi stimulus lagi akan sama bahkan lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulus satu dengan stimulus lainnya dan seterusnya sampai respon yang diinginkan muncul. Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
Sebagai contoh, memotivasi sangat berpengaruh dalam proses belajar. Pandangan behavioristik menjelaskan bahwa banyak siswa termotivasi pada kegiatan-kegiatan di luar kelas (bermain video-game, berlatih atletik), tetapi tidak termotivasi mengerjakan tugas-tugas sekolah. Siswa tersebut mendapatkan pengalaman penguatan yang kuat pada kegiatan-kegiatan di luar pelajaran, tetapi tidak mendapatkan penguatan dalam kegiatan belajar di kelas.
Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relative sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan  unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yang mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang dilukiskan oleh teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk bebas berfikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
Ø  Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara
Ø  Dampak psikologi yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
Ø  Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadanglah lebih buruk dari pada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi kuat. Misalnya, seorang siswaperlu dihukun karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakuan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respons.
D.    Teori Behaviorisme Menurut Albert Bandura
Menurut A. Bandura, belajar itu lebih dari sekedar perubahan perilaku. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasari oleh pengetahuannya tersebut (teori kognitif sosial).
Lewat dari teori observational learning, Bandura beranggapan bahwa masalah proses psikologi terlalu dianggap penting, atau sebaliknya hanya ditelaah sebagian saja. Menurut Bandura, yang penting ialah kemampuan seseorang untuk mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain. Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami. Hal ini berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan sosial yang banyak memerlukan pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya. Teori  Bandura ini juga masih memandang pentingnya conditoning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilaksanakan. Bandura menyatakan: ”manusia adalah organisme yang mempunyai kemampuan berfikir, ia dapat mengarahkann diri, dapat menghayati keadaan orang lain, dapat menggunakan simbol-simbol dan dapat mengatur dirinya sendiri”. Ini merupakan pandangan baru dalam aliran behaviorisme yang semula sangat mekanistis dan hanya mengakui kekuatan linngkungan. (Sukmadinata, 2004 : 157).
      Melalui pembelajaran observational yang disebut modeling atau menirukan perilaku manusia model, Bandura mengembangkan teori pembelajaran sosial. Perilaku siswa pengamat dapat dipengaruhi oleh perilaku model dalam  bentuk akibat-akibat positif (vicarious reinforcement, penguatan yang seolah-olah dialaminya sendiri)  maupun dalam bentuk akibat-akibat negatif (vicarious punishment).
Proses modeling terjadi dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
1)      Atensi (perhatian), jika ingin mempelajari sesuatu  harus memperhatikannya dengan seksama, berkonsentrasi, jangan banyak hal yang mengganggu pikiran.
2)      Retensi (ingatan), kita harus mampu mempertahankan, mengingat apa yang telah diperhatikan dengan seksama tadi.
3)      Produksi, kita hanya  perlu duduk dan berkhayal untuk menerjemahkan citraan atau deskripsi model kedalam perilaku aktual. Aspek paling penting disini adalah kemampuan kita merimprovisasi ketika kita membanyangkan diri kita sebagai model.
4)      Motivasi, adanya dorongan atau alasan-alasan tertentu untuk berbuat meniru model. Ada tiga hal yang merupakan motivasi, yaitu (i) doronngan masa lalu, (ii) dorongan yang dijanjikan (insentif) yang dapat kita bayangkan, dan (iii) dorongan-dorongan yang kentara (tangible), seperti melihat atau mengingat model-model yang patut ditiru.
Berikut ini merupakan jumlah prinsip-prinsip panduan (guiding principles) yang melatar belakangi pembelajaran sosial atau pembelajaran observational.
1)      Pengamatan akan mencontoh perilaku model jika model memiliki karakteristik seperti talenta, kecerdasan, kekuatan, penampilan yang baik, atau popularitas, yang diiginkan atau menarik perhatian siswa pengamat.
2)      Pengamat akan bereaksi sesuai dengan cara model diperilakukan dan menirukanperilaku model.
3)      Ada perbedaan dari perilaku yang didapat pengamat denga perilaku yang dilakukan pengamat. Melalui observasi, pengamat dapat menerima perilaku tanpa harus melakukannya.
4)      Atensi dan pengingatan berkaitan dengan penerimaan pembelajaran dari perilaku model, sedangkan produksi  dan motivasi akan mengontrol kinerja.
Perkembangan manusia merefleksikan interaksi kompleks antar pribadi, perilaku seseorang dan lingkungannya. Hubungan antar unsur-unsur ini disebut determinisme resiprokal, penentuan timbal-balik (reciprocal determinism). Kecakapan kognitif seseorang, karakteristik fisik, kepribadian, kepercayaan, dan sikap berpengaruh terhadap perilaku dan linngkungannya.
Kritik Bandura terhadap  belajar itu sebagai hubungan antara stimulus dan respon adalah (1) kurang menjelaskan tentang diperolehnya respon yang baru. Dalam situasi alami, menurut bandura orang akan berbuat lebih banyak daripada sekedar meniru perilaku yang telah ada, dan (2) hanya mengamati direct learning (belajar langsung), yaitu orang berperilaku sesuatu dan mengalami akibatnya (konsekuensi). Sebaliknya, Bandura mengatakan bahwa seorang anak dalam hubungan pribadinya dengan orang dewasa, melalui interaaksi anak dengan orang tuanya, dengan perasaan irinya dan sebagainya menyebabkan anak meniru perilaku tertentu.  Diperoleh perilaku yang komplek bukan hanya disebabkan oleh hubungan dua arah antara pribadi dan lingkungan, melainkan hubungan tiga arah antara perilaku-lingkungan-peristiwa batiniah (reciprocal determinism / determinasitimbal balik). Contoh : menimbulkan reaksi baru, yang ada akhirnya reaksi ini mempengaruhi kepercayaan dirinya yang kemudian menimbulkan perilaku berikutnya dan dalam melukiskan perilaku yang baru itu, meskipun dia tidak melakukannya.
Peran utama model perilaku dari luar dirinya, memberikan berbagai kemungkinan pada dirinya, yaitu (1) perilaku itu dicontohkan / ditiru, (2) perilaku itu memperkuat atau memperlemah, dan (3) perilaku itu menyebabkan pindak keperilaku yang sama sekali baru. Urutan langkah dalam observasi pembelajaran adalah model perilaku ; model diperhatikan; perilaku dikodekan dan disimpan (coding and memorizing); diperoleh kode simbolis; motivasi berperilaku; kemmpuan berperilaku; dan perilaku.
Adapun analisis teori belajar aliran psikologi behavioristik sebagai teori belajar dari psikologi behavioristik sebagaimana telah dijelaskan d iatas secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu teori conditioning  dan teori connectionism. Teori conditioning dibedakan lagi menjadi empat, yaitu (1) classical conditioning, (2) conditioning, (3)operant conditioning, dan (4) sistematic behavior. Dan semua penemu teori tersebut membahas tentang teori belajar, melalui eksperimen yang berbeda sehingga menghasilkan cara belajar. Teori belajar tersebut ada yang mirip atau meneruskan teori yang ada pada umumnya ke arah perilaku belajar.

E.     Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Kegiatan Pembelajaran

Teori behaviorisme menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori belajar dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat dibemtuk karena kondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran bergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah meemindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami siswa.
Karena teori behaviorisme memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi an teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, keaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didika adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behaviorisme ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis ata tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behaviorisme  yang dikemukakan oleh Siciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran. Langkah-langkah tersebut meliputi:
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.      Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal (entry behavior) siswa.
3.      Menentukan materi pelajaran.
4.      Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok-pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik, dsb.
5.      Menyajikan materi pelajaran.
6.      Memberikan stimulus, dapat berupa: pertanyaan baik lisan maupun tertulis, teks/kuis, latihan, atau tugas-tugas.
7.      Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
8.      Memberikan penguatan (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif) ataupun hukuman.
9.      Memberikan stimulus baru.
10.  Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
11.  Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman.
12.  Demikian seterusnya.
13.  Evaluasi hasil belajar.



BAB 3

PENUTUP

A.    Kesimpulan

(Suyono dan Hariyanto, 2014: 58) Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Hal ini dapat dimaklumi karena behaviorisme berkembang melalui suatu penelitian yang melibatkan binatang seperti burung merpati, kucing, tikus dan anjing sebagai objek. Peristiwa belajar semata-mata dilakukan dengan melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut.
Menurut A. Bandura, Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasari oleh pengetahuannya tersebut (teori kognitif sosial). Lewat dari teori observational learning, Bandura beranggapan bahwa masalah proses psikologi terlalu dianggap penting, atau sebaliknya hanya ditelaah sebagian saja. Teori  Bandura ini juga masih memandang pentingnya conditoning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilaksanakan.
Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran bergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah meemindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami siswa.

B.     Saran

Teori behaviorisme menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori ini memandang bahwa Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pebelajaran adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Oleh karena itu menurut tim penulis teori belajar behaviorisme ini kurang efektif digunakan saat pembelajaran. Sebaiknya teori ini digunakan pada keadaan tertentu.


DAFTAR PUSTAKA


Budiningsih, Asri C., 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dahar, Ratna Wilis., 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Erlangga.
Degeng N.S., 1997. Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan Masalah Belajr Abad XXI. Malang: Makalah Seminar TEP.
Suyono dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar